mediarelasi.id, Jakarta – Rencana penghapusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) kembali mencuat ke publik dan memicu diskusi hangat. Banyak pihak mempertanyakan relevansi dokumen tersebut di tengah perkembangan teknologi dan kebutuhan efisiensi layanan publik.
Kriminolog dari Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, menilai bahwa fungsi SKCK sebagai instrumen pemeriksaan latar belakang individu sudah mulai kehilangan urgensinya. Menurutnya, di era digital saat ini, dunia kerja cenderung mengandalkan jejak digital calon karyawan ketimbang dokumen formal.
“Perusahaan lebih sering melakukan pengecekan lewat media sosial, platform profesional seperti LinkedIn, atau pencarian daring lainnya. Ini dinilai lebih aktual dan akurat ketimbang informasi dari SKCK,” ujarnya dalam keterangannya kepada media.
Dorongan Pembaruan Lewat Teknologi
Adrianus menyarankan agar sistem pendataan individu oleh negara bertransformasi ke arah digitalisasi yang terintegrasi, di mana data pribadi warga dapat diakses secara legal oleh pihak berwenang atau lembaga yang memiliki kepentingan, tentunya dengan mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang sudah disahkan.
Menurutnya, langkah ini juga bisa menjadi terobosan dalam menciptakan sistem yang lebih transparan dan inklusif. “Kalau mau diganti, bukan berarti fungsinya dihilangkan, tapi sistemnya harus di-upgrade. Ini bukan penghapusan, melainkan transformasi,” ucapnya.
Peluang bagi Eks Narapidana
Salah satu alasan kuat yang melatari wacana penghapusan SKCK adalah untuk membuka akses lapangan kerja bagi eks narapidana. Adrianus menegaskan bahwa individu yang telah menyelesaikan masa hukuman memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang layak.
Namun, ia mengingatkan bahwa reformasi administratif seperti ini harus dibarengi dengan upaya perubahan sosial yang lebih luas, termasuk pendidikan publik untuk menghapus stigma terhadap mantan narapidana.
“Tanpa penerimaan dari masyarakat, mereka tetap akan kesulitan mencari pekerjaan, meski tidak lagi diwajibkan membawa SKCK,” tambahnya.
Tantangan dan Peluang bagi Polri
Apabila rencana ini benar-benar terealisasi, maka menurut Adrianus, Polri—khususnya Badan Intelijen Keamanan (BIK)—perlu melakukan inovasi agar tetap relevan di era digital. Salah satu opsi adalah mengembangkan sistem SKCK elektronik yang terhubung dengan basis data nasional dan dapat diakses secara real-time, tentu dengan batasan hukum yang ketat.
“Kalau Polri ingin tetap mempertahankan peran dalam sistem ini, maka digitalisasi adalah keniscayaan. Jangan sampai institusi justru tertinggal oleh kebutuhan zaman,” tegas Adrianus.
Masih Tahap Wacana
Sampai saat ini, belum ada keputusan resmi terkait penghapusan SKCK. Namun, wacana ini mencerminkan meningkatnya kesadaran akan perlunya reformasi birokrasi yang sejalan dengan perkembangan teknologi dan semangat inklusivitas sosial.