Usulan Kontroversial Dedi Mulyadi: Bansos Bersyarat Vasektomi Picu Gelombang Kritik

Dedi Mulyadi

mediarelasi.id — Usulan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, agar penerima bantuan sosial (bansos) diwajibkan menjalani vasektomi sebagai bagian dari program pengendalian penduduk, memantik gelombang reaksi keras dari berbagai pihak. Dianggap inovatif oleh sebagian, namun dinilai melanggar hak asasi dan nilai agama oleh banyak lainnya.

Vasektomi adalah prosedur kontrasepsi permanen untuk pria dengan cara memutus saluran sperma. Dedi menyebut langkah ini sebagai bentuk nyata dukungan terhadap program Keluarga Berencana (KB). Namun, publik justru menilai pendekatan tersebut terlalu ekstrem.

Respons Pemerintah: Ide Tak Bisa Dipaksakan

Menteri Sosial Saifullah Yusuf alias Gus Ipul menyebut usulan itu menarik dari sudut pandang pengendalian kelahiran, namun tidak bisa diterapkan secara paksa. Ia mengingatkan bahwa bansos bukanlah alat barter untuk kebijakan medis.

“Bukan soal ide bagus atau tidak, tetapi ini menyangkut hak tubuh seseorang. Kami masih perlu kajian lebih jauh,” ujar Gus Ipul di Istana Negara, Rabu (30/4).

Ia menilai pendekatan seperti gotong royong atau keterlibatan sosial seperti mengelola sampah, lebih realistis untuk dikaitkan dengan penerima bantuan ketimbang vasektomi.

Fatwa MUI: Haram, Kecuali dalam Kondisi Khusus

Kritik keras juga datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sekretaris MUI Jabar, Rafani Achyar, menegaskan bahwa sejak 1979, dan diperbarui pada 2012, fatwa MUI menyatakan vasektomi hukumnya haram.

“Kecuali ada alasan syar’i, tak menimbulkan bahaya, dan bisa disambung kembali (rekanalisasi),” katanya. Ia menyarankan agar pemerintah mencari metode lain dalam menyukseskan KB yang sejalan dengan syariat.

Ketua MUI, KH Cholil Nafis, turut angkat suara. Ia bahkan mengimbau umat Islam menolak bansos jika syaratnya harus menjalani vasektomi.

“Tak ada urgensinya menukar masa depan generasi dengan sekantong beras,” tulisnya di akun media sosial @cholilnafis, Jumat (2/5).

Komnas HAM: Itu Wilayah Privat, Bukan Komoditas Bansos

Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mengingatkan bahwa hak untuk memiliki keturunan adalah bagian dari hak asasi manusia. Intervensi terhadap tubuh seseorang, apalagi sebagai syarat bantuan sosial, dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip dasar HAM.

“Tubuh bukan objek barter. Bahkan pidana pun tak boleh menyentuh tubuh sedemikian rupa, apalagi soal bansos,” tegas Atnike.

Di Tengah Polemik, Di Mana Posisi Negara?

Isu ini menggugah perdebatan lama antara kontrol populasi dan kebebasan individu. Pertanyaan besarnya: sampai sejauh mana negara boleh masuk ke dalam ruang paling privat seorang warga—yaitu tubuhnya sendiri?

Dedi Mulyadi sendiri belum merespons secara langsung kritik yang berkembang. Namun, usulannya kini telah membuka kotak pandora yang menguji batas etika kebijakan publik di Indonesia.

Related Articles

Responses

Your email address will not be published. Required fields are marked *