mediarelasi.id – Mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, hari ini menghadapi sidang kode etik terkait dugaan penyalahgunaan narkoba dan kasus asusila terhadap anak di bawah umur. Sidang ini menjadi sorotan publik karena melibatkan perwira tinggi kepolisian dalam kasus yang mencoreng institusi.
Komisioner Komisi Polisi Nasional (Kompolnas), Choirul Anam, mengonfirmasi sidang ini dengan singkat. “Iya, sidang kode etik eks Kapolres Ngada,” ujarnya.
Sidang berlangsung di Gedung Trans-National Crime Center (TNCC) Mabes Polri, Jakarta Selatan. “Insya Allah, saya jam 9 sudah di sana,” lanjut Choirul Anam.
Kasus ini bermula dari keputusan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang melakukan mutasi besar-besaran dalam jajaran kepolisian.
Salah satu perwira yang terkena dampak adalah AKBP Fajar, yang dicopot dari jabatannya sebagai Kapolres Ngada berdasarkan Surat Telegram Kapolri Nomor ST/489/III/KEP/2025 tertanggal 12 Maret 2025.
Ia kini dimutasi menjadi Pamen Yanma Polri, sementara posisinya digantikan oleh AKBP Andrey Valentino, mantan Kapolres Nagakeo.
Nama AKBP Fajar mencuat setelah Propam Mabes Polri menangkapnya pada 20 Februari 2025. Awalnya, penangkapan ini terkait dugaan penyalahgunaan narkoba. Namun, penyelidikan lebih lanjut mengungkap keterlibatannya dalam kasus asusila terhadap anak di bawah umur. Hasil tes urine membuktikan bahwa ia positif menggunakan narkoba.
Kasus ini semakin mengguncang publik setelah beredar video asusila di sebuah situs dewasa Australia, yang diduga melibatkan AKBP Fajar dan anak di bawah umur. Informasi mengenai video tersebut pertama kali diterima Mabes Polri dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dari Polisi Federal Australia, yang melacak bahwa video tersebut diunggah dari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dalam video tersebut, terlihat sosok AKBP Fajar bersama seorang anak berusia tiga tahun yang menjadi korban. Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kupang, Imelda Manafe, mengungkapkan bahwa pihaknya telah diminta Polda NTT untuk mendampingi para korban.
Saat ini, AKBP Fajar sudah dipatsuskan (ditempatkan dalam tahanan khusus) dan masih menjalani proses hukum lebih lanjut. Kapolda NTT, Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga, memastikan bahwa Mabes Polri menangani kasus ini dengan transparan dan tanpa pandang bulu.
“Kami bersyukur jika tindakan tegas dilakukan, tanpa melihat pangkat atau jabatan. Kapolri tidak ragu untuk memberikan sanksi tegas, bahkan hingga pemecatan bagi anggota yang melanggar kode etik,” tegas Kapolda.
Proses hukum AKBP Fajar masih bergulir, dan publik menantikan keputusan yang akan diambil dalam sidang kode etik ini. Jika terbukti bersalah, ia tidak hanya menghadapi pemecatan, tetapi juga ancaman hukuman pidana berat.