mediarelasi.id – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat keberhasilan signifikan dalam menjaga keuangan negara sepanjang Semester II 2024. Lewat berbagai pemeriksaan dan langkah pengawasan, lembaga tersebut berhasil menyelamatkan dana negara senilai Rp 43,43 triliun. Angka ini mencakup kerugian nyata, potensi kerugian, hingga kekurangan penerimaan yang ditemukan selama proses audit.
Ketua BPK Isma Yatun memaparkan capaian ini saat menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2024 dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2024 di Gedung DPR RI, Selasa (27/5/2025).
“BPK telah menyelamatkan keuangan negara melalui hasil pemeriksaan atas berbagai aspek yang mengandung risiko kerugian. Total yang berhasil diamankan mencapai Rp 43,43 triliun,” ujar Isma.
Tak hanya itu, BPK juga berkontribusi dalam efisiensi anggaran negara dengan mengoreksi pos pengeluaran seperti subsidi, Public Service Obligation (PSO), dan kompensasi tahun anggaran 2023, yang menghasilkan penghematan sebesar Rp 1,09 triliun.
Sebagai bagian dari komitmennya dalam pemberantasan korupsi, BPK turut melaksanakan audit strategis, termasuk pemeriksaan investigatif yang mengungkap indikasi kerugian negara senilai Rp 2,21 triliun dan penghitungan kerugian negara yang mencapai Rp 2,83 triliun. Sejumlah rekomendasi juga dikeluarkan untuk memperbaiki tata kelola di berbagai sektor.
“Beberapa rekomendasi strategis kami meliputi perbaikan sistem kuota jemaah haji, pemutakhiran data penerima bantuan pendidikan melalui Program Indonesia Pintar dan KIP Kuliah, serta evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan Energi Baru Terbarukan (EBT),” tambah Isma.
Dalam laporan yang sama, BPK juga memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap LKPP Tahun 2024. Penilaian ini didasarkan pada hasil audit terhadap Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) dan 84 Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL).
Namun, dua lembaga—Badan Pangan Nasional dan Badan Karantina Indonesia—masih menerima opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Meski demikian, BPK menilai hal tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap kewajaran LKPP secara keseluruhan.
“Penyusunan LKPP 2024 telah sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan, dilengkapi pengungkapan yang memadai, dan didukung oleh sistem pengendalian internal yang memadai,” jelas Isma.
Ia juga menyoroti perlunya penguatan dalam pelaporan kinerja yang terintegrasi, khususnya dalam Catatan atas LKPP (CaLK), mencakup aspek sumber daya, metodologi, dan pedoman penyusunan.
Capaian BPK dalam menyelamatkan keuangan negara tidak hanya menunjukkan komitmen terhadap akuntabilitas fiskal, tetapi juga memperkuat peran lembaga ini dalam mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan.