Rusia dan China Dituduh Menghambat Pernyataan ASEAN Mengenai Laut China Selatan

Rusia dan China Dituduh Menghambat Pernyataan ASEAN Mengenai Laut China Selatan

mediarelasi.id – Pada Sabtu (12/10), seorang pejabat Amerika Serikat mengungkapkan bahwa Rusia dan China menolak rancangan pernyataan yang disusun oleh ASEAN dalam pertemuan KTT Asia Timur. Rancangan ini, yang mencakup isu Laut China Selatan, menuai penolakan dari kedua negara tersebut karena ketidaksetujuan terhadap beberapa terminologi yang digunakan terkait sengketa wilayah tersebut.

Menurut pejabat yang tidak disebutkan namanya itu, draf pernyataan ini sudah disepakati oleh 10 negara anggota ASEAN dan diajukan dalam pertemuan KTT Asia Timur, yang melibatkan 18 negara, termasuk Amerika Serikat, China, Rusia, dan negara lainnya, di Laos pada Kamis malam.

“ASEAN sudah mengajukan draf akhir ini dan menyatakan bahwa ini adalah versi final yang tidak bisa dinegosiasikan,” ujar pejabat itu, yang berbicara dengan syarat anonimitas.

Sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia, Korea Selatan, dan India, menyetujui pernyataan tersebut.

Namun, Rusia dan China menolak dan menegaskan tidak akan memberikan persetujuan untuk isi konsensus itu, menurut sumber tersebut.

Dalam konferensi pers di Vientiane, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, menjelaskan bahwa belum ada kesepakatan atas pernyataan tersebut karena adanya usaha dari Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru untuk mempolitisasi isu ini.

Di sisi lain, Kedutaan Besar China di Washington belum memberikan tanggapan terkait permintaan komentar atas insiden tersebut.

Pejabat AS yang memberikan informasi ini menjelaskan bahwa ada beberapa isu yang masih menjadi perdebatan dalam penyusunan deklarasi. Namun, isu yang paling mencuat berkaitan dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Referensi terhadap UNCLOS dalam draf kali ini dianggap lebih rinci dibandingkan pernyataan serupa pada KTT Asia Timur 2023.

Namun demikian, pejabat tersebut menegaskan bahwa “tidak ada bahasa dalam pernyataan yang secara eksplisit memihak salah satu pihak dalam sengketa, dan tidak ada pula yang memicu kebuntuan tertentu.”

Beijing diketahui mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan dan telah meningkatkan tekanannya terhadap beberapa negara yang juga mengklaim wilayah tersebut, termasuk negara-negara ASEAN seperti Filipina.

Meski China menyatakan mendukung pembentukan kode etik terkait Laut China Selatan, negara tersebut menolak keputusan arbitrase internasional 2016 yang menyatakan bahwa klaim China atas sebagian besar wilayah Laut China Selatan tidak memiliki dasar hukum menurut UNCLOS, meskipun China merupakan salah satu penandatangan konvensi tersebut.

Menurut draf yang dilihat oleh Reuters, pernyataan KTT Asia Timur yang diusulkan memasukkan sub-klausul tambahan yang memperluas pernyataan serupa dari tahun 2023. Pernyataan ini merujuk pada Resolusi PBB tahun 2023 yang menegaskan bahwa UNCLOS “menyediakan kerangka hukum bagi semua kegiatan di laut dan samudra.”

Salah satu sub-klausul yang belum disepakati mencakup pernyataan bahwa kondisi internasional, termasuk di Laut China Selatan, Semenanjung Korea, Myanmar, Ukraina, dan Timur Tengah, telah menimbulkan tantangan bagi stabilitas kawasan.

Pada pertemuan puncak itu, Perdana Menteri China, Li Qiang, menegaskan komitmen negaranya terhadap UNCLOS dan menyatakan bahwa Beijing sedang berusaha untuk segera menyelesaikan kode etik terkait Laut China Selatan. Namun, ia juga menegaskan bahwa klaim teritorial China memiliki dasar sejarah dan hukum yang kuat.

Li Qiang juga menekankan bahwa negara-negara di luar kawasan, seperti Amerika Serikat, harus mendukung upaya China dan negara-negara kawasan lainnya untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan, serta berperan positif dalam mendorong terciptanya kondisi yang lebih damai dan stabil di wilayah tersebut.

Related Articles

Responses

Your email address will not be published. Required fields are marked *