Rupiah Masih Loyo, Tembus Rp16.855 per Dolar AS: Gejolak Global dan Ketidakpastian Dalam Negeri Jadi Biang Kerok

Rupiah

mediarelasi.idRupiah kembali ngos-ngosan menghadapi tekanan dolar Amerika Serikat. Nilainya tergerus hingga menyentuh angka Rp16.855 per dolar AS di penutupan perdagangan hari Senin. Bukan cuma angkanya yang bikin kening berkerut, tapi juga karena situasinya seperti drama internasional yang tak kunjung selesai.

Menurut data Bloomberg, mata uang garuda tercatat melemah 0,15 persen atau 26 poin dibandingkan penutupan sebelumnya. Para analis menilai, ini bukan sekadar soal angka—tapi gambaran nyata betapa pasar global masih panas dingin menghadapi situasi politik dan ekonomi yang serba tak pasti.

Drama dari Washington ke Beijing: Saling Klaim, Tapi Tak Satu Suara

Ibrahim Assuaibi, analis pasar uang yang sudah lama malang melintang di dunia finansial, mengatakan bahwa pasar dibuat bingung oleh dua kutub informasi dari AS dan Tiongkok. Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa negosiasi perdagangan dengan Beijing sedang berlangsung. Tapi belum sempat pasar mengolah kabar ini, muncul bantahan dari Menteri Keuangan AS, Scott Bessent. Tiongkok? Sama saja, mereka bilang “tidak ada pembicaraan apa pun.”

“Ini seperti dua orang bertengkar di depan umum, tapi masing-masing bilang mereka tidak sedang bertengkar,” ujar Ibrahim sambil tertawa pahit. Bagi pelaku pasar, ketidakjelasan ini menambah tekanan karena mereka tak bisa membaca arah kebijakan yang akan diambil.

Belum cukup dengan isu Tiongkok, Washington juga membawa konflik tarif ke level global. Dari pertemuan IMF dan World Bank, terungkap bahwa negara-negara mitra dagang AS masih meradang akibat tarif-tarif tinggi yang diberlakukan sejak era Trump kembali berkuasa.

Iran, Ukraina, dan Geopolitik: Dunia Sedang Bergejolak

Tak hanya soal perdagangan, isu nuklir Iran juga kembali naik ke permukaan. Perundingan antara Iran dan AS yang digelar di Oman mendapat sorotan. Menlu Iran, Abbas Araqchi, menegaskan bahwa mereka akan bersikap super hati-hati dalam mengambil keputusan. Situasi ini membuat para investor makin ragu untuk melempar uangnya ke pasar negara berkembang seperti Indonesia.

Sementara itu, tensi Rusia-Ukraina kembali naik. AS melalui Trump kembali mendesak agar dua negara itu menyepakati perdamaian. Desakan itu dilontarkan setelah pertemuan tak terduga antara Trump dan Zelenskyy di Vatikan, saat menghadiri prosesi pemakaman Paus Fransiskus.

Bagi pasar, semua kabar ini bukan sekadar berita luar negeri—melainkan risiko nyata yang bisa menghantam nilai tukar, saham, bahkan harga komoditas.

Dalam Negeri Tak Kalah Ruwet: Proyeksi Pertumbuhan Ditekan ke Bawah

Dari dalam negeri, rupiah juga tidak mendapat angin segar. Optimisme soal pertumbuhan ekonomi Indonesia yang konon bisa mencapai 8 persen, mulai dianggap mimpi siang bolong oleh pelaku pasar.

“Lembaga-lembaga global sudah turunkan proyeksi. Bahkan, di bawah 5 persen untuk tahun ini,” kata Ibrahim. Hal ini membuat banyak investor mulai ‘wait and see’ dan lebih memilih dolar sebagai pelabuhan yang lebih aman.

Kalau Indonesia serius ingin mendongkrak pertumbuhan jadi 8 persen dalam jangka menengah, kata Ibrahim, maka strategi harus dirancang dengan sangat cermat. “Bukan sekadar wacana,” tegasnya.

Yang dibutuhkan adalah:

  • Investasi yang agresif dan berkelanjutan
  • Ekspansi ekspor ke pasar-pasar nontradisional
  • Transformasi sektor manufaktur dan digital secara cepat
  • Perluasan basis pajak untuk mendanai pembangunan

“Semua itu harus mulai dari sekarang. Tahun 2026–2029 harus jadi fase percepatan,” ujarnya.


Rupiah Butuh “Vitamin” Segera

Dengan kombinasi antara tekanan geopolitik global, kebijakan perdagangan yang tak menentu, serta keraguan pasar terhadap kapabilitas domestik, rupiah tampaknya butuh lebih dari sekadar intervensi Bank Indonesia. Butuh kejelasan arah, keyakinan pasar, dan yang paling penting—stabilitas, baik dari dalam maupun luar negeri.

Selama semua masih mengambang, jangan heran kalau rupiah masih akan tetap ‘keringetan’ menghadapi dolar yang makin kuat.

Related Articles

Responses

Your email address will not be published. Required fields are marked *