mediarelasi.id — CEO Danantara, Rosan Perkasa Roeslani, menegaskan bahwa dalam beberapa tahun ke depan motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia akan beralih dari konsumsi rumah tangga ke investasi.
“Saat ini investasi menyumbang sekitar 29 persen PDB—masih di bawah konsumsi rumah tangga yang 53 persen—namun peluangnya paling besar untuk mendorong akselerasi ekonomi,” kata Rosan dalam forum “Meet The Leaders” di Universitas Paramadina, Jakarta.
Kebutuhan Investasi hingga 2029
-
Rp 9.100 triliun : total investasi 10 tahun terakhir.
-
Rp 13.000 triliun : tambahan investasi yang dibutuhkan lima tahun ke depan agar target pertumbuhan 8 persen pada 2029 tercapai.
Peran Strategis Danantara
Sebagai holding baru pengelola aset BUMN senilai ± Rp 15.000 triliun, Danantara akan:
-
Menggalang pendanaan dari dividen BUMN—bukan lagi dari APBN.
-
Menyalurkan laba (tahun ini diperkirakan US$ 7 miliar ≈ Rp 120–150 triliun) ke proyek‑proyek sektor riil yang padat karya.
-
Mengalokasikan 80 persen investasi di dalam negeri, sisanya 20 persen untuk ekspansi global.
“Dividen yang tadinya langsung masuk kas negara akan diputar ke proyek industri bernilai tambah, menciptakan lapangan kerja berkualitas,” jelas Rosan.
Tantangan Sumber Daya Manusia
Dari ± 140 juta angkatan kerja:
-
36 persen lulusan SD,
-
24 persen tidak menamatkan SD,
-
hanya 12–13 persen lulusan diploma/universitas.
“Maka investasi Danantara harus menghasilkan pekerjaan yang sekaligus meningkatkan kompetensi tenaga kerja,” tegasnya.
Efek Leverage bagi Investor Asing
Melalui skema kemitraan, Danantara menargetkan nilai investasi di lapangan bisa tumbuh 4–5 kali dari modal awal, sehingga:
-
Memperbesar multiplier effect,
-
Meningkatkan kepercayaan investor global terhadap Indonesia.
“Dengan pendekatan ini, kami ingin Danantara menjadi bridge of trust bagi investasi strategis yang menopang pertumbuhan ekonomi hijau dan berkelanjutan,” tutup Rosan.