Pemilik Jembatan Nusantara Dipanggil KPK: Jejak Bisnis yang Berujung Dugaan Korupsi ASDP

Jembatan Nusantara

mediarelasi.id — Nama PT Jembatan Nusantara kini tidak lagi sekadar identik dengan bisnis pelayaran. Di balik riak ombak dan lintasan kapal, terbentang dugaan korupsi yang kini menyeret nama-nama besar dalam industri transportasi nasional. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menggiring kasus ini menuju babak baru: pemanggilan saksi kunci.

Adjie, sosok di balik kepemilikan PT Jembatan Nusantara Grup, dijadwalkan hadir di Gedung Merah Putih KPK. Ia dipanggil sebagai saksi dalam pusaran perkara akuisisi perusahaan pelayaran itu oleh BUMN PT ASDP Indonesia Ferry (Persero)—transaksi besar yang kini disorot karena diduga menyimpan penyimpangan keuangan negara.

“Yang bersangkutan diperiksa dalam kapasitas sebagai pemilik PT JN Grup,” ujar juru bicara KPK, Tessa Mahardhika, Jumat (23/8/2024). Adjie bukan satu-satunya yang dimintai keterangan. Direktur PT Mahkota Pratama Cynthia Kurniawan Adjie, serta pihak swasta bernama Ponirin, juga turut dipanggil.

Namun ini bukan hanya soal pemanggilan. Adjie ternyata bukan sekadar saksi—namanya telah masuk daftar tersangka, bersama tiga lainnya, dalam kasus akuisisi yang berlangsung antara 2019 hingga 2022. Proses bisnis yang mestinya menguntungkan negara, kini berbalik jadi beban hukum.

Sebelumnya, KPK berhasil menang di praperadilan atas gugatan dari Direktur Utama PT ASDP, Ira Puspadewi, yang juga ditetapkan sebagai tersangka. Gugatan itu menjadi upaya hukum terakhir untuk menghindari status hukum, namun pengadilan menolak permohonan tersebut. “KPK menang. Dan kami berkomitmen menuntaskan perkara ini hingga ke meja hijau,” tegas Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur.

Meski status tersangka sudah ditetapkan sejak Agustus 2024, KPK belum melakukan penahanan. Alasannya sederhana tapi krusial: kerugian negara masih dalam proses kalkulasi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dalam perkara ini, KPK menduga ASDP telah membeli kapal dari Jembatan Nusantara yang tidak sesuai spesifikasi. Pembelian itu, yang seharusnya melalui proses pengadaan yang ketat, justru berakhir dengan dugaan mark-up dan penyalahgunaan wewenang dalam kerja sama usaha (KSU).

Empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Meski identitas lengkap masih disimpan rapat, KPK mengonfirmasi inisial mereka: IP, MYH, HMAC, dan A. Teka-teki itu menambah lapisan ketegangan dalam kasus yang perlahan tapi pasti menarik perhatian publik dan pengamat industri maritim.

Kini, dengan pemeriksaan terus berjalan dan data keuangan masih diurai, publik menanti: apakah kasus ini akan menjadi preseden bersih-bersih di tubuh BUMN transportasi, atau justru menjadi satu lagi babak kelam yang hilang ditelan gelombang politik dan ekonomi?

Related Articles

Responses

Your email address will not be published. Required fields are marked *