Mira Lesmana dan Perjalanan Film Kuldesak

Mira Lesmana dan Perjalanan Film Kuldesak

mediarelasi.id – Mira Lesmana, salah satu pelopor industri film Indonesia di awal milenium baru, mengenang perjalanannya dalam memproduksi film independen Kuldesak.

Saat itu, perfilman Indonesia tengah lesu selama sekitar delapan tahun, dengan bioskop didominasi film-film eksploitatif. Mira, bersama tiga sutradara muda lainnya, yaitu Rizal Mantovani, Nan T Achnas, dan Riri Riza, mencoba membangkitkan kembali gairah film Indonesia melalui Kuldesak.

Mira dan rekan-rekannya memulai proyek ini pada tahun 1995, terinspirasi oleh gerakan sineas independen di Amerika Serikat. Saat itu, banyak anak muda yang tidak berhasil masuk Hollywood mencoba membangun karier mereka secara mandiri.

Namun, Kuldesak menghadapi tantangan besar dalam hal pendanaan. Para bintang muda yang terlibat dalam proyek ini, seperti Ryan Hidayat, Aksan Sjuman, Bianca Adinegoro, dan Sophia Latjuba, bekerja tanpa bayaran.

“Modal awalnya berasal dari keuntungan serial Anak Seribu Pulau dan dari dana patungan hasil kerja kami membuat iklan dan video klip. Modal utamanya hanya Rp50 juta dari Miles, sisanya dari patungan,” ujar Mira Lesmana.

Anak Seribu Pulau adalah serial dokudrama 14 episode yang tayang di televisi swasta pada tahun 1996. Namun, meskipun dengan dana patungan, jumlahnya tetap tidak cukup untuk memproduksi film.

“Kru film ini bersedia membantu tanpa bayaran, sehingga Kuldesak benar-benar merupakan buah dari cinta dan komitmen. Semua yang terlibat, termasuk bintang-bintang seperti Ryan Hidayat, Sophia Latjuba, Iwa K., Bianca Adinegoro, dan Oppie Andaresta, tidak dibayar,” ungkap Mira.

Produksi Kuldesak merupakan upaya kolektif anak-anak muda 1990-an untuk menghidupkan kembali film Indonesia. Film ini akhirnya dirilis secara terbatas, hanya diputar di tiga layar bioskop. Namun, hal ini sudah cukup membuat Mira dan timnya merasa bangga.

Mengenai kendala dana dan distribusi yang terbatas, Mira menyoroti bahwa Kuldesak mendapat bantuan pendanaan dari luar negeri setelah gerakan ini menarik perhatian.

“Kami mendapatkan bantuan dari Belanda karena ada yang mendengar tentang gerakan kami,” jelasnya.

Meskipun hanya tersedia di tiga layar, Mira dan timnya tidak berkecil hati. Bahkan, ketika diberitahu bahwa filmnya akan ditayangkan di tiga layar, Mira merespons dengan sportif, “Saya rasa, untuk kami, tiga layar sudah cukup. Jika tidak ada penonton, tidak apa-apa, layar bisa dikurangi.”

Namun, yang terjadi kemudian adalah sesuatu yang luar biasa. Kuldesak berhasil menarik lebih dari 100 ribu penonton, sebuah pencapaian besar untuk film independen pada tahun 1998, saat krisis ekonomi melanda Indonesia. Film ini masuk dalam kategori box office, mencatat sejarah baru dalam perfilman independen Indonesia.

Related Articles

Responses

Your email address will not be published. Required fields are marked *