mediarelasi.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memperdalam penyelidikan terhadap kasus dugaan korupsi dalam akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry. Kali ini, perhatian lembaga antirasuah tertuju pada peran sejumlah direksi ASDP lainnya, selain yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetiyo, menjelaskan bahwa pihaknya telah memeriksa Djunia Satriawan, Direktur Keuangan ASDP periode 2021–2025, untuk menggali lebih jauh keterlibatannya dalam proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi tersebut.
“Saksi hadir dan diperiksa terkait perannya bersama jajaran direksi lainnya dalam proses KSU dan akuisisi,” ujar Budi, Selasa (27/5/2025).
Dalam pengembangan kasus ini, KPK sebelumnya telah menyita delapan bidang tanah dan bangunan mewah di Surabaya, Jawa Timur, dengan total nilai aset mencapai Rp1,2 triliun. Aset-aset tersebut diyakini berkaitan erat dengan dugaan korupsi yang terjadi selama periode 2019 hingga 2022.
“Penyitaan dilakukan terhadap delapan aset properti, termasuk tiga rumah mewah senilai masing-masing ratusan miliar rupiah,” tambah Budi.
Tak hanya properti, KPK juga menyita sejumlah barang mewah dan uang tunai. Barang-barang tersebut termasuk satu jam tangan berlian, cincin berlian, perhiasan senilai Rp800 juta, serta uang tunai sebesar Rp200 juta.
Menurut Budi, semua aset tersebut merupakan bagian dari hasil sitaan yang telah dimulai sejak Oktober hingga Desember 2024.
Sementara itu, tiga mantan direksi ASDP telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh KPK sejak Februari 2025. Mereka adalah:
- Ira Puspadewi, mantan Direktur Utama ASDP (2017–2025),
- Muhammad Yusuf Hadi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan (2019–2024),
- Harry Muhammad Adhi Caksono, mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan (2020–2024).
“Ketiganya resmi ditahan pada Kamis, 13 Februari 2025, sebagai bagian dari proses hukum terhadap kasus ini,” ungkap Budi Sokmo, Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK.
Salah satu temuan penting dalam penyidikan adalah ketidaksesuaian kondisi kapal yang diakuisisi. Meski banyak kapal dinilai tidak layak operasi, diduga terjadi manipulasi data usia kapal dalam laporan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) MBPRU terhadap 53 unit kapal milik PT JN.
“KPK memperkirakan kerugian negara dalam kasus ini mencapai hampir Rp900 miliar, tepatnya sebesar Rp893,16 miliar,” tutup Budi.