mediarelasi.id – Toko kecil bernama Mama Khas Banjar, yang selama ini menjadi kebanggaan kuliner lokal di Kalimantan Selatan, kini justru duduk di kursi pesakitan. UMKM yang digerakkan oleh Firli Norachim ini terjerat pasal hukum lantaran produk jualannya—ikan dan makanan olahan beku lainnya—tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa.
Apa yang awalnya merupakan urusan administratif, berubah menjadi perkara pidana. Dan kini, dapur usaha itu nyaris mati api.
Satu Label, Sejumlah Nasib
6 Desember 2024 menjadi awal badai. Sebuah laporan dari tiga warga masuk ke Ditreskrimsus Polda Kalsel. Isinya: produk dari Toko Mama Khas Banjar dianggap tak layak konsumsi karena berbau dan tak memiliki label expired. Tiga hari kemudian, toko disegel. Barang-barang dibekukan. Tak lama, semua disita meski sebagian masih di gudang dan belum dijual.
Firli, yang semula hanya pelaku UMKM biasa, berubah status menjadi terdakwa.
Hukum Bergerak, UMKM Tercekat
Kasus ini mengguncang ranah hukum dan ekonomi. Proses persidangan pun berlangsung di Pengadilan Negeri Banjarbaru. Tanggal demi tanggal bergulir: 10 Januari Firli meminta klarifikasi ke dinas, 20 Januari kuasa hukum mengadukan proses penyidikan ke Propam, 20 Februari mengajukan praperadilan, namun tertolak karena persoalan administratif.
Ironisnya, saat praperadilan hendak digelar pada 6 Maret, sidang perkara utama justru dimajukan ke 3 Maret—seolah mengunci jalur alternatif Firli.
Amicus Curiae, Hati yang Tergugah
Pada 14 Mei 2025, sebuah pemandangan tak biasa terjadi di ruang sidang. Menteri UMKM, Maman Abdurrahman, hadir bukan sebagai pejabat, melainkan sebagai amicus curiae—sahabat pengadilan. Ia berbicara, membela. Suaranya bergetar.
“Apakah ini proses hukum yang kita inginkan? Seharusnya UMKM dibina, bukan dipenjara,” ujarnya penuh emosi. Ia menyoroti dampak besar: 17 pekerja kehilangan penghidupan. Satu entitas usaha gulung tikar. Ribuan pelaku UMKM di seluruh Indonesia kini dicekam ketakutan.
Bina, Bukan Pidana
Komisi III DPR RI pun angkat suara. Anggota Rikwanto mengingatkan bahwa penegakan hukum jangan membunuh sektor yang justru menopang ekonomi rakyat.
“Kalau semua pelanggaran kecil langsung dipidana, habis kita. UMKM itu harus dibina, bukan dibinasakan,” tegasnya.
Namun, polisi berdalih. Kombes Gafur dari Ditreskrimsus Polda Kalsel menyatakan, pelaporan masyarakat itu valid. Ahli sudah dihadirkan. Produk bau, lembek, dan tak berlabel. Pelanggaran hukum, katanya, sudah terpenuhi unsur-unsurnya.
Di Persimpangan Jalan
Kini, persidangan terus berjalan. Hukum dan rasa keadilan berada di titik krusial. Apakah semua kesalahan administratif harus dihukum berat? Apakah sistem mampu membedakan antara niat jahat dan kekeliruan prosedural?
Satu toko kecil di Banjarbaru telah menjadi simbol: bahwa di negeri ini, satu label yang hilang bisa mengancam hidup belasan orang—bahkan mengguncang kepercayaan ribuan pelaku UMKM terhadap perlindungan negara.