Kenaikan Tarif Trump: Apakah Ini Tanda Resesi Ekonomi AS?

Kenaikan Tarif Trump: Apakah Ini Tanda Resesi Ekonomi AS?

mediarelasi.id – Pekan lalu, kebijakan kenaikan tarif yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memicu penurunan signifikan di pasar saham, sekaligus menambah kecemasan di kalangan eksekutif Wall Street. Tidak hanya itu, kebijakan ini turut meningkatkan kekhawatiran di kalangan ekonom mengenai potensi resesi yang bisa mengguncang ekonomi AS.

Seperti dilaporkan oleh AP pada Rabu (9/4/2025), tarif yang mulai berlaku pekan ini mencakup bea masuk sebesar 10 persen yang diberlakukan untuk hampir semua negara, serta pajak impor tambahan terhadap 60 negara lainnya. Keputusan ini membawa dampak yang luas, dengan banyak ekonom memperingatkan bahwa dampak kenaikan tarif yang cepat dan signifikan ini bisa memicu gangguan besar dalam perekonomian.

Para ekonom di Goldman Sachs kini menilai kemungkinan terjadinya resesi di AS menjadi lebih tinggi. Mereka menaikkan perkiraan kemungkinan resesi menjadi 45 persen, naik dari 35 persen yang diprediksi minggu lalu.

Penilaian ini mengasumsikan sebagian tarif mungkin bisa dinegosiasikan atau bahkan dikurangi. Namun, jika tidak, mereka memperkirakan dampaknya akan semakin parah, dengan risiko resesi yang semakin nyata.

JPMorgan pun tidak kalah waspada, memprediksi kemungkinan resesi mencapai 60 persen, serta memperkirakan inflasi akan melonjak hingga 4,4 persen pada akhir 2025, jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat inflasi saat ini yang hanya 2,8 persen.

Meski beberapa indikator ekonomi, seperti peningkatan lapangan pekerjaan, masih menunjukkan tanda-tanda positif, survei terbaru menunjukkan bahwa konsumen dan pelaku bisnis semakin khawatir tentang prospek ekonomi. Kewaspadaan ini pun menjadi perhatian utama para pemangku kebijakan, mulai dari investor di Wall Street hingga pejabat Federal Reserve.

Apakah Resesi Sudah Tiba? Saat ini, tanda-tanda resesi secara teknis belum terlihat, namun data terbaru dari Federal Reserve Atlanta menunjukkan bahwa ekonomi AS berpotensi menyusut sebesar 0,8 persen pada kuartal pertama 2025, sebuah penurunan signifikan dari 2,4 persen pada kuartal sebelumnya. Meskipun ini bukan perkiraan final, angka ini menunjukkan adanya potensi kontraksi ekonomi yang perlu diwaspadai.

Dalam catatan yang dikeluarkan oleh Wells Fargo, ekonom mereka memperkirakan tarif rata-rata AS bisa meningkat hingga 23 persen, tingkat tertinggi sejak 1908. Pergeseran yang drastis ini berisiko mengganggu rantai pasokan global dengan cara yang belum pernah terlihat sebelumnya, mungkin setara dengan dampak dari pandemi atau bahkan Perang Dunia II.

Pandangan Trump dan Pejabatnya Menanggapi kekhawatiran ini, Trump menyatakan kepada wartawan bahwa “kadang-kadang Anda harus minum obat untuk memperbaiki sesuatu,” merujuk pada kebijakan tarif yang diberlakukannya. Namun, Menteri Keuangan AS Scott Bessent berusaha meredakan ketakutan, menyatakan bahwa resesi tidak harus terjadi, dan bahwa pemerintahan Trump fokus pada pembangunan dasar ekonomi jangka panjang untuk kemakmuran.

Tanda-Tanda Resesi yang Harus Diwaspadai Beberapa indikator klasik resesi adalah meningkatnya jumlah PHK dan lonjakan angka pengangguran. Saat ini, klaim tunjangan pengangguran masih berada pada level rendah, namun pengajuan kebangkrutan mulai meningkat, dan sejumlah indikator lain, seperti penurunan kunjungan ke tempat wisata seperti Las Vegas, menunjukkan adanya penurunan konsumsi yang perlu diperhatikan.

Selain itu, faktor lain yang berpotensi memperlambat ekonomi AS adalah pemotongan anggaran pemerintah dan kebijakan pemecatan yang dilakukan pemerintahan Trump di berbagai lembaga federal. Ketidakpastian kebijakan perdagangan yang ditimbulkan oleh tarif yang diterapkan juga dapat menghambat investasi bisnis dan pengeluaran konsumen.

Siapa yang Menentukan Resesi? Secara resmi, resesi dinyatakan oleh National Bureau of Economic Research (NBER). Komite NBER mendefinisikan resesi sebagai penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi yang berlangsung lebih dari beberapa bulan. Komite ini menilai berbagai indikator, termasuk pendapatan, lapangan kerja, pengeluaran yang disesuaikan dengan inflasi, dan hasil produksi pabrik, untuk menentukan apakah suatu periode ekonomi benar-benar memenuhi kriteria resesi.

Namun, meskipun tanda-tanda resesi sudah mulai muncul, NBER biasanya tidak mengumumkan adanya resesi hingga beberapa bulan atau bahkan tahun setelahnya, memberikan waktu yang cukup lama bagi perekonomian untuk kembali berputar.

Related Articles

Responses

Your email address will not be published. Required fields are marked *