Harga Minyak Dunia Tertekan Akibat Stimulus China

Selain itu, nilai tukar dolar AS yang menguat turut menambah tekanan pada harga minyak.

mediarelasi.idHarga minyak mentah global merosot lebih dari 2% pada perdagangan Senin, setelah rencana stimulus terbaru dari China tidak memenuhi harapan investor yang menantikan peningkatan permintaan dari konsumen minyak terbesar kedua di dunia ini.

Seperti dilaporkan CNBC pada Selasa (12/11/2024), harga minyak mentah Brent turun sebesar USD 2,04, atau 2,76%, menjadi USD 71,83 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS melemah sebesar USD 2,34 atau 3,32%, ditutup pada USD 68,04 per barel. Penurunan lebih dari 2% ini juga dialami pada sesi perdagangan Jumat lalu.

Analis senior dari Price Futures Group, Phil Flynn, menjelaskan bahwa hasil pemilihan umum AS, yang dimenangkan oleh Donald Trump, turut memberikan pengaruh pada pergerakan harga minyak.

“Kemenangan Trump dengan janjinya untuk terus meningkatkan produksi minyak telah mengurangi dorongan bagi investor untuk membeli posisi minyak,” ungkap Flynn.

Selain itu, nilai tukar dolar AS yang menguat turut menambah tekanan pada harga minyak.

Penguatan dolar membuat komoditas yang dihargai dalam mata uang ini, termasuk minyak, menjadi lebih mahal bagi pembeli luar negeri, yang akhirnya menghambat permintaan.

Di China, inflasi konsumen mengalami perlambatan terbesar dalam empat bulan terakhir pada Oktober, sementara deflasi pada harga produsen semakin mendalam. Hal ini terjadi di tengah upaya pemerintah untuk menstimulasi perekonomian yang lesu. “Kekhawatiran pasar meningkat terhadap potensi deflasi, terutama karena indeks harga produsen menunjukkan penurunan tahunan yang signifikan ke area negatif. Momentum ekonomi China masih mengalami tekanan,” kata Achilleas Georgolopoulos, analis pasar dari XM.

Bank of America Securities dalam catatannya menyebutkan bahwa pasokan minyak mentah dari negara-negara non-OPEC diperkirakan akan tumbuh 1,4 juta barel per hari pada 2025 dan 900.000 barel per hari pada 2026. Menurut Bank of America, stimulus yang terbatas dari China dan proyeksi kenaikan pasokan ini berpotensi menyebabkan persediaan minyak global membengkak, bahkan tanpa tambahan produksi dari OPEC+.

Bank of America juga mencatat bahwa kenaikan produksi dari negara-negara non-OPEC pada tahun mendatang akan menjadi tantangan bagi OPEC+, sehingga mereka mungkin perlu memperpanjang kebijakan pembatasan produksi demi menjaga stabilitas harga.

Pada September lalu, OPEC+ mengumumkan rencana untuk meningkatkan pasokan sebesar 180.000 barel per hari mulai Desember. Namun, awal bulan ini, negara-negara anggota dan sekutu OPEC+ sepakat untuk menunda kenaikan tersebut hingga Januari, mempertimbangkan kondisi pasar minyak yang rentan terhadap ketidakseimbangan pasokan dan permintaan.

Related Articles

Responses

Your email address will not be published. Required fields are marked *