Harga Melambung, Rokok Ilegal Bisa Jadi “Alternatif” Berbahaya

mediarelasi.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menetapkan kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) rokok yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 97 Tahun 2024 yang ditandatangani pada 4 Desember 2024.
Menariknya, kenaikan HJE ini terjadi tanpa disertai penyesuaian pada tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT). Alasannya, pemerintah menganggap langkah ini sebagai solusi “win-win” untuk mendukung pilar pengendalian konsumsi tembakau. Namun, keputusan tersebut justru menimbulkan kekhawatiran baru: potensi membanjirnya peredaran rokok ilegal.
Masalah Lama, Ancaman Baru Rokok Ilegal
Menurut Andry Satrio Nugroho, Kepala Pusat Industri Perdagangan & Investasi INDEF, kenaikan HJE tanpa penyesuaian tarif cukai menimbulkan tantangan yang tidak bisa diabaikan. Ia mengungkapkan bahwa selisih harga yang semakin besar antara rokok legal dan ilegal akan mendorong masyarakat memilih opsi lebih murah, yakni rokok ilegal.
“Ekosistem rokok ilegal ini sudah sangat masif. Dengan HJE naik, potensi peralihan konsumen ke produk ilegal kian besar. Akibatnya, negara tidak hanya kehilangan pendapatan cukai, tapi juga pendapatan dari pajak pertambahan nilai (PPN),” jelasnya.
Rokok ilegal, yang lolos dari beban pajak dan cukai, menjadi penyebab utama kebocoran penerimaan negara. Padahal, sektor hasil tembakau memiliki peran signifikan dalam menyokong anggaran negara. Dengan target penerimaan CHT tahun 2025 sebesar Rp230,09 triliun sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 201/2024, ancaman ini tidak bisa dianggap remeh.
Efek Domino bagi Perekonomian Daerah
Dampak rokok ilegal tidak hanya dirasakan pada penerimaan negara, tetapi juga pada perekonomian daerah. Industri hasil tembakau menjadi salah satu motor penggerak ekonomi di berbagai wilayah. Jika peredaran rokok ilegal terus tumbuh, penurunan permintaan terhadap produk legal dapat mengganggu stabilitas ekonomi daerah.
“Bukan hanya penerimaan pemerintah daerah yang terdampak. Jika industri hasil tembakau tertekan, angka pengangguran juga bisa melonjak, terutama di tengah situasi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja,” ujar Andry.
Ia menegaskan, pemerintah perlu mengambil langkah ekstra untuk menekan laju peredaran rokok ilegal. “Tanpa langkah luar biasa, kebocoran penerimaan negara akan semakin sulit diatasi,” tambahnya.
Apa Langkah Selanjutnya?
Kenaikan HJE ini memang dirancang untuk mengendalikan konsumsi rokok. Namun, tanpa pengawasan yang ketat terhadap peredaran produk ilegal, kebijakan ini berisiko menjadi pedang bermata dua. Pemerintah kini dituntut mencari strategi yang lebih komprehensif agar tujuan pengendalian konsumsi tembakau tercapai tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi dan penerimaan negara.
Sementara itu, bagi konsumen, pilihan ada di tangan mereka. Apakah akan memilih mendukung produk legal meski lebih mahal, atau tergoda pada harga murah dengan konsekuensi hukum dan kualitas yang tak terjamin?
Responses