mediarelasi.id – Sebuah studi terbaru dari kolaborasi ilmuwan internasional yang dipimpin oleh University of Bristol (Inggris) dan University of Innsbruck (Austria) menyimpulkan bahwa gletser dunia berada di ambang kehilangan permanen, bahkan jika suhu bumi berhasil diturunkan kembali ke target 1,5°C. Temuan ini dirilis dalam jurnal Nature Climate Change dan dikutip oleh ScienceDaily pada Selasa (20/5/2025).
Menurut Dr. Fabien Maussion, peneliti dari University of Bristol, dampak pemanasan sementara terhadap gletser bersifat jangka panjang dan tidak dapat sepenuhnya dibalikkan. “Gletser yang terdampak akan terus mencair, memicu kenaikan permukaan laut dan mengancam pasokan air untuk jutaan orang di dunia,” ujarnya.
Penelitian ini menggunakan skenario climate overshoot, yaitu ketika suhu bumi sempat meningkat hingga 3°C sebelum kembali stabil. Hasil simulasi menunjukkan bahwa skenario ini dapat memperparah pencairan gletser hingga 16% lebih besar dibandingkan jika ambang 1,5°C tidak pernah terlampaui.
“Sekalipun kita hanya melampaui 1,5°C untuk waktu singkat, dampaknya terhadap gletser bersifat permanen dan dapat berlangsung hingga berabad-abad,” tambah Fabien.
Dr. Lilian Schuster dari University of Innsbruck, penulis utama studi ini, menjelaskan bahwa pemulihan gletser setelah kondisi overshoot sangat lambat. “Gletser besar di kawasan kutub kemungkinan membutuhkan waktu ribuan tahun untuk pulih,” katanya. Sementara itu, gletser-gletser kecil baru menunjukkan tanda-tanda pemulihan paling cepat sekitar tahun 2500, jauh di luar masa hidup generasi saat ini.
Lebih dari sekadar kehilangan massa es, studi ini juga menyoroti risiko terjadinya trough water, yakni kondisi ketika gletser yang sedang tumbuh kembali mulai menyimpan air dalam bentuk es, sehingga debit air ke wilayah hilir berkurang drastis. Fenomena ini diperkirakan akan terjadi di sekitar 50% daerah aliran sungai yang dikaji setelah tahun 2100.
Para peneliti menekankan bahwa penundaan dalam pengurangan emisi karbon dapat membawa konsekuensi permanen. Studi ini merupakan bagian dari proyek PROVIDE, yang didanai oleh Uni Eropa untuk mengeksplorasi strategi pencegahan terhadap perubahan iklim yang tak dapat diubah.