Dulu Diresmikan Ridwan Kamil, Kini Jembatan Gantung Bogor Rp 800 M Disegel Dedi Mulyadi

Dedi Mulyadi

mediarelasi.id Nasib jembatan gantung di Bogor yang semula menjadi daya tarik wisata kini berubah drastis. Dibangun dengan anggaran fantastis sebesar Rp 800 miliar dan diresmikan oleh Ridwan Kamil saat menjabat Gubernur Jawa Barat, jembatan ini kini justru ditutup oleh penggantinya, Dedi Mulyadi.

Penyegelan dilakukan pada Kamis (6/2/2025), menyusul bencana banjir bandang yang melanda Sukabumi dan Jakarta. Dedi menilai bahwa keberadaan jembatan sepanjang 530 meter di kaki Gunung Gede Pangrango telah mengakibatkan kerusakan lingkungan, khususnya di kawasan hutan yang seharusnya dilindungi.

Jembatan Wisata Berujung Polemik

Awalnya, jembatan gantung ini dibangun sebagai bagian dari proyek ekowisata Eiger Adventure Land (EAL) yang diklaim berstandar internasional. Berbagai fasilitas ditawarkan, mulai dari jembatan gantung, kereta gantung, hingga perkampungan tradisional yang dirancang untuk menarik wisatawan.

Namun, di balik kemegahannya, proyek ini mendapat sorotan tajam terkait dugaan pelanggaran regulasi lingkungan. Menurut Gubernur Dedi Mulyadi, pembangunan tersebut telah mengganggu ekosistem di kawasan Puncak Bogor dan berkontribusi pada bencana alam yang terjadi.

“Itu sudah ada bangunan (jembatan gantung), dan itu yang paling melanggar. Lihat sendiri, sampai longsor terjadi,” ujar Dedi.

Dalam momen emosional, Dedi bahkan terlihat menitikkan air mata saat menyaksikan dampak kerusakan yang terjadi. Baginya, keseimbangan alam seharusnya lebih diutamakan ketimbang pembangunan wisata yang justru merusak lingkungan.

“Harusnya tempat sebagus ini tidak boleh diganggu. Warga jadi korban, lingkungan rusak. Masak kita tega?” tambahnya.

Proyek Prestisius yang Berujung Kontroversi

Jembatan ini merupakan bagian dari investasi besar yang digelontorkan untuk pengembangan EAL, dengan luas mencapai 325 hektar. Pada masa perencanaannya, proyek ini didukung oleh berbagai pihak, termasuk Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta pemerintah daerah.

Ridwan Kamil, yang kala itu menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat, bahkan turut menghadiri prosesi peletakan batu pertama atau groundbreaking pada 23 Oktober 2021. Dalam pidatonya, ia menyatakan bahwa jembatan gantung ini akan menjadi yang terpanjang di dunia, mengalahkan rekor sebelumnya di Portugal.

“Hari ini rekor dunia dipegang Portugal dengan jembatan 516 meter. Kita tambah 14 meter, menjadikannya 530 meter, sehingga jembatan gantung ini akan menjadi yang terpanjang di dunia,” ujar Ridwan Kamil dengan penuh optimisme.

Ia berharap ekowisata ini bisa menjadi contoh pembangunan berkelanjutan yang tetap menjaga keseimbangan alam. Selain itu, ia menargetkan peningkatan kunjungan wisatawan serta dampak ekonomi bagi masyarakat setempat.

Namun, seiring berjalannya waktu, harapan itu berubah menjadi kekhawatiran. Banyak pihak menilai bahwa pembangunan di kawasan tersebut justru bertolak belakang dengan prinsip ekowisata yang seharusnya tidak merusak alam.

Penyegelan dan Masa Depan Jembatan Gantung

Melihat dampak lingkungan yang ditimbulkan, pemerintah akhirnya mengambil langkah tegas dengan menyegel kawasan wisata Eiger Adventure Land. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol, menegaskan bahwa proyek yang terbukti melanggar aturan lingkungan harus dihentikan.

“Jika terbukti tidak sesuai regulasi, maka fasilitas yang dibangun harus dibongkar,” tegas Hanif.

Keputusan ini menempatkan masa depan jembatan gantung terpanjang dunia di ujung tanduk. Proyek yang dulu dibanggakan kini justru menjadi simbol perdebatan antara pembangunan dan kelestarian alam.

Seiring penyegelan ini, banyak pertanyaan muncul: Apakah mungkin jembatan ini diselamatkan dengan perbaikan regulasi? Ataukah harus dibongkar demi menjaga kelestarian lingkungan?

Yang jelas, kasus ini menjadi pelajaran bahwa pembangunan, seberapa megah pun, tidak bisa mengabaikan dampak ekologis yang ditimbulkan.

Related Articles

Responses

Your email address will not be published. Required fields are marked *