Dua Mata Uang Ini Bersinar di Tengah Badai Tarif Trump

mediarelasi.id – Kebijakan proteksionis terbaru dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengguncang pasar global. Ketika banyak mata uang goyah dan investor panik, dua nama lama kembali naik ke panggung sebagai pelarian: Yen Jepang dan Franc Swiss.
Keduanya kini menjadi buruan investor global yang mencari tempat berlindung dari gejolak. Bahkan, penguatan keduanya terbilang tajam hanya dalam hitungan hari setelah tarif impor diumumkan.
Yen: Mata Uang Tenang dalam Badai
“Yen adalah kandidat ideal saat situasi memburuk. Ia bukan hanya tempat berlindung lama, tapi juga punya pondasi yang kuat di tengah resesi dan perang dagang,” ujar Ebrahim Rahbari, Kepala Strategi Suku Bunga di Absolute Strategy Research, dikutip CNBC International, Selasa (8/4/2025).
Dalam sepekan terakhir, Yen tercatat menguat sekitar 3% terhadap dolar AS. Menurut Rahbari, salah satu pendorongnya adalah peluang menipisnya perbedaan suku bunga antara Jepang dan AS—terutama jika The Fed mulai melonggarkan kebijakan moneternya.
Meskipun Jepang adalah negara eksportir besar, tingkat ketergantungannya terhadap perdagangan global kini menurun. Ditambah lagi, stimulus fiskal yang longgar memberi ruang lebih bagi ekonomi Jepang untuk bertahan tanpa banyak tekanan dari luar.
Franc Swiss: Penjaga Stabilitas Lama yang Bangkit Lagi
Tak hanya Yen, Franc Swiss pun mencetak rekor tertinggi dalam enam bulan terakhir. Mata uang ini kini berada di level 0,846 terhadap dolar AS—juga menguat lebih dari 3%.
Matt Orton, Kepala Strategi di Raymond James Investment Management, mengatakan bahwa baik Yen maupun Franc Swiss menawarkan ketenangan bagi investor yang khawatir terhadap reaksi pasar yang keras atas kebijakan Trump.
Namun, ia melihat Franc Swiss sedikit lebih unggul. “Dengan ketidakpastian arah suku bunga di Jepang, Franc mungkin akan menjadi lindung nilai yang lebih stabil dalam jangka pendek,” ungkap Orton.
Risiko di Balik Peluang
Meski begitu, bukan berarti kedua mata uang ini bebas risiko. Jepang, misalnya, masih sangat sensitif terhadap tarif baru AS, terutama untuk sektor otomotif. Jika permintaan global menyusut atau Trump menargetkan sektor itu lebih dalam, Yen bisa kembali tertekan.
Jeff Ng dari Sumitomo Mitsui Banking Corporation menambahkan bahwa BOJ (Bank Sentral Jepang) mungkin belum akan menaikkan suku bunga secara agresif. “Kalau ekonomi Jepang terseret perlambatan global, pelonggaran bisa tetap menjadi pilihan. Dan ini bisa membatasi penguatan Yen,” jelasnya.
Aset “Anti-Mainstream”: Real Brasil Naik Daun
Di tengah dominasi dua mata uang safe haven klasik itu, Rahbari justru menyoroti satu kandidat tak terduga: real Brasil. Menurutnya, real bisa menjadi alternatif karena relatif undervalued, punya daya dukung tinggi, dan tidak terlalu terpapar pada dinamika perdagangan global.
“Real adalah salah satu yang paling kuat tahun ini. Ia menawarkan yield menarik dan eksposurnya terhadap ketegangan perdagangan sangat terbatas,” jelas Rahbari.
Saat Dunia Goyah, Uang Bicara
Tarif Trump mungkin dimaksudkan untuk melindungi industri dalam negeri AS. Namun, seperti efek domino, kebijakan ini juga mengubah arah arus uang global. Yen dan Franc, dua mata uang veteran dalam medan krisis, kini kembali naik daun.
Dan dunia keuangan tahu satu hal pasti: ketika risiko memuncak, uang akan selalu mencari tempat aman. Kali ini, seperti banyak kali sebelumnya, arah itu tampaknya menuju Timur dan Pegunungan Alpen.
Responses