Mediarelasi.id – Penurunan debit air Sungai Cilengkrang setelah kejadian longsor baru-baru ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan warga serta aktivis lingkungan di Kabupaten Kuningan. Sungai yang menjadi nadi kehidupan bagi ribuan penduduk di dua kecamatan kini mengalami penurunan fungsi ekologis yang mengkhawatirkan.
H. Udin Kusnedi, warga Desa Sukamukti, Kecamatan Jalaksana, mengkritik lambannya respons pemerintah terhadap krisis air yang terjadi. Ia menyatakan bahwa perhatian selama ini hanya difokuskan pada Desa Pajambon, padahal desa-desa lain seperti Sukamukti, Gandasoli, Kalapagunung, dan sebagian wilayah Sidamulya juga terdampak.
“Jangan salah, yang terdampak bukan hanya Pajambon. Kami di sini juga mengalami hal yang sama. Diam bukan berarti tidak peduli,” ungkapnya, Minggu (18/5/2025).
Menurutnya, diperlukan langkah nyata dan segera dari pemerintah. Pasalnya, Sungai Cilengkrang menjadi sumber irigasi bagi ratusan hektare sawah yang kini terancam kekeringan. Selain longsor di jalur pendakian Lembah Cilengkrang yang merusak aliran sungai dan menutup akses wisata, pengambilan air yang tidak terkendali di bagian hulu juga disebut sebagai penyebab utama penyusutan debit air.
“Sungai ini penopang hidup masyarakat. Kalau hulu rusak, dampaknya menyebar ke mana-mana. Wisata terganggu, pertanian pun terancam gagal panen,” lanjut Udin yang akrab disapa Jiud.
Sementara itu, Ketua Gema Jabar Hejo Kuningan, Daeng Ali, turut menyuarakan keprihatinannya terhadap kondisi lingkungan di kawasan hulu Sungai Cilengkrang. Ia menekankan bahwa persoalan ini bukan hanya teknis, tapi menyangkut tanggung jawab menjaga keseimbangan alam.
“Kerusakan di hulu ibarat bom waktu. Pendekatannya harus ekologis, bukan tambal sulam. Sungai ini bagian dari sistem kehidupan masyarakat Kuningan,” ujarnya.
Ia juga menyoroti kurangnya program konservasi serta lemahnya pengawasan terhadap aktivitas eksploitasi air. Menurutnya, pengambilan air secara masif, perusakan jalur alami, serta minimnya edukasi lingkungan menjadi kombinasi berbahaya yang memperparah krisis air.
Untuk itu, Gema Jabar Hejo mendorong dilakukannya moratorium terhadap aktivitas yang memengaruhi aliran Sungai Cilengkrang. Selain itu, restorasi kawasan hulu dan upaya reboisasi juga dinilai penting sebagai solusi jangka panjang.
“Ini menyangkut masa depan. Kalau sumber air mati, kehidupan ikut terancam. Semua pihak – pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha – harus sadar dan bertindak. Kita tidak boleh tunduk pada keserakahan dan kelalaian,” tegas Daeng Ali.