Barak Militer untuk Siswa Bermasalah? Bima Arya: Jangan Asal Kirim

mediarelasi.id – Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, menanggapi hangat usulan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang ingin menangani siswa bermasalah dengan “mengasramakan” mereka di barak militer. Bima tak langsung menolak, namun mengingatkan: jangan sampai program ini hanya jadi reaksi instan tanpa fondasi konsep yang kuat dan sensitif terhadap aspek keluarga.
“Angka kenakalan remaja memang sudah menembus batas wajar. Beberapa sudah menyentuh ranah kriminal dan jelas sangat mengkhawatirkan,” ujar Bima usai menghadiri peluncuran program Koperasi Desa Merah Putih di Jatim Expo, Surabaya, Rabu (30/4).
Ia membuka pintu untuk opsi semacam pendidikan semi-militer, namun memberi catatan tebal: program seperti ini harus dirancang dengan pendekatan menyeluruh. Tak cukup hanya tegas, tapi juga harus melibatkan psikolog, pendidikan untuk orang tua, dan pemetaan kasus yang tepat.
“Harus jelas dulu masalahnya, pendekatannya apa, dan siapa yang menjadi sasaran. Tidak bisa semua siswa nakal disamaratakan,” ujar mantan Wali Kota Bogor ini.
Dedi Mulyadi sendiri menyatakan program ini akan dimulai pada 2 Mei di sejumlah wilayah Jawa Barat. Sekitar 30 hingga 40 barak militer dikabarkan telah disiapkan untuk menampung siswa yang terlibat dalam pergaulan bebas, kenakalan berat, atau tindakan kriminal ringan.
Menurut Dedi, usulan ini lahir dari banyaknya keluhan orang tua yang sudah kehabisan cara membina anaknya sendiri. “Banyak yang bilang sudah menyerah,” katanya.
Namun, sejumlah pihak meminta kehati-hatian. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyarankan agar program ini dikaji dulu secara menyeluruh, mengingat karakter sosial di tiap daerah bisa sangat berbeda.
Sementara itu, Komnas Perlindungan Anak melalui Lia Latifah, Ketua Bidang Sosialisasi dan Edukasi Hak Anak, menegaskan pentingnya memastikan pendekatan ini tetap berpihak pada kepentingan dan perkembangan anak.
“Harus dilihat dengan cermat—apakah tempatnya layak? Apakah materi pembinaannya sesuai anak-anak? Usia yang dibina, kegiatan selama enam bulan, semua itu harus dijelaskan dulu,” kata Lia. Ia juga mengingatkan agar program ini tidak justru menormalisasi kekerasan dalam sistem pendidikan.
Komnas PA belum menyatakan sikap resmi apakah mendukung atau menolak, namun menekankan bahwa pendekatan militeristik terhadap anak harus dikaji secara ketat dan tidak boleh lepas dari perspektif perlindungan anak.
Responses