Ancaman Kenaikan PPN 12 Persen: Industri Hotel Jakarta Terancam Gelombang PHK

mediarelasi.id – Kekhawatiran membayangi para pelaku industri perhotelan dan restoran di bawah naungan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta. Rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 dipandang sebagai ancaman besar yang berpotensi memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Ketua PHRI DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono, menegaskan bahwa kenaikan PPN akan memberikan tekanan berat pada industri pariwisata, khususnya di ibu kota.
“Kenaikan PPN untuk sektor pariwisata ini sangat memberatkan, terutama di Jakarta. Apalagi upah minimum provinsi (UMP) di sini naik sebesar 9 persen, bukan 6,5 persen seperti di daerah lain,” ujar Sutrisno.
Beban Operasional Kian Berat
Menurut Sutrisno, hotel dan restoran di Jakarta masih berjuang untuk pulih dari dampak pandemi Covid-19. Saat ini, tingkat okupansi hotel baru mencapai 50 persen dari total kapasitas. Dengan kenaikan PPN dan upah pekerja, beban operasional perusahaan dipastikan akan meningkat signifikan.
“Implikasinya pasti efisiensi, dan efisiensi yang utama biasanya menyentuh tenaga kerja,” katanya.
Ia menjelaskan, terdapat sekitar 900 hotel di wilayah DKI Jakarta. Jika rata-rata setiap hotel memutuskan untuk merumahkan 100 pekerja, dampaknya akan sangat besar terhadap pengurangan tenaga kerja di sektor ini.
“Hotel adalah industri padat karya yang membutuhkan banyak tenaga kerja. Kalau ada layoff, jumlah pekerja yang kehilangan mata pencaharian akan sangat signifikan,” tambahnya.
Permintaan Insentif dan Kebijakan Pemerintah
PHRI meminta pemerintah untuk memberikan insentif yang lebih relevan guna menjaga daya saing sektor pariwisata. Sutrisno menekankan bahwa insentif berbentuk suku bunga kredit tidak efektif karena yang dibutuhkan pelaku usaha adalah peningkatan daya beli masyarakat.
“Kita tidak butuh kredit. Yang dibutuhkan sektor pariwisata adalah permintaan, daya beli, dan pengunjung. Itu yang harus difasilitasi pemerintah,” jelas Sutrisno dalam pernyataannya.
Selain itu, ia mengingatkan agar pemerintah tidak terlalu memprioritaskan investor asing di sektor pariwisata. Menurutnya, investasi dari asing cenderung menggunakan teknologi canggih yang kurang menciptakan lapangan kerja.
“Investasi asing memang penting, tapi mereka menggunakan teknologi seperti AI yang sifatnya lebih capital-intensive. Investor lokal justru lebih padat karya dan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar,” katanya.
Masa Depan Pariwisata Jakarta
Sutrisno juga menekankan pentingnya regulasi yang mendukung pengusaha lokal agar mampu bersaing dan berkontribusi lebih besar bagi perekonomian nasional.
“Orientasi kita jangan terlalu ke asing dulu. Pemerintah harus mempermudah investasi lokal melalui pajak yang wajar, regulasi yang jelas, infrastruktur memadai, dan kepastian hukum,” ujarnya.
Dengan semakin dekatnya penerapan kebijakan PPN 12 persen, pelaku industri perhotelan di Jakarta menghadapi tantangan besar. Dukungan pemerintah melalui kebijakan yang bijaksana dan berpihak pada pengusaha lokal menjadi kunci agar sektor ini tetap bertahan dan mampu memberikan lapangan kerja yang signifikan di tengah tekanan ekonomi global.
Responses