mediarelasi.id – Ketua MPR RI, Ahmad Muzani, menekankan pentingnya Pancasila sebagai dasar utama kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurutnya, setiap negara membutuhkan fondasi yang kuat, dan bagi Indonesia, Pancasila adalah pilar yang harus berdiri teguh di tengah arus globalisasi, polarisasi tajam, serta ancaman ideologi asing, baik yang datang dengan cara halus maupun konfrontatif.
Ia menegaskan, Pancasila bukan sekadar lima sila yang dirangkai dalam kata-kata. Lebih dari itu, Pancasila merupakan hasil dari pergulatan sejarah dan akulturasi nilai-nilai luhur bangsa yang bersatu dengan semangat kemerdekaan.
“Sudah selayaknya kita semua menundukkan kepala, memberi hormat dan rasa kagum kepada para pendiri bangsa yang telah merumuskan dasar negara secara ringkas namun menyeluruh,” kata Muzani.
Pancasila: Milik Semua Generasi dan Seluruh Rakyat
Muzani menekankan bahwa Pancasila tidak eksklusif milik satu kelompok atau generasi, melainkan milik bersama seluruh rakyat Indonesia. Pancasila, katanya, menciptakan ruang bagi keberagaman dan toleransi, memungkinkan masyarakat hidup berdampingan dalam perbedaan, dan saling percaya untuk membangun bangsa tanpa keharusan menjadi seragam.
Pernyataan itu disampaikan saat Muzani membuka acara Sarasehan bertajuk “Memperkokoh Ideologi Pancasila Menghadapi Tantangan Geopolitik Global Menuju Indonesia Raya”, hasil kerja sama MPR RI dengan BPIP, yang digelar di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Pancasila: Jangkar Kedaulatan Bangsa
Dalam pidatonya, Muzani menyampaikan bahwa sejak kelahirannya pada 1 Juni 1945, Pancasila tidak selalu berada dalam situasi aman. Ideologi bangsa ini pernah diuji, diganggu, bahkan beberapa kali hendak digantikan.
Ia menyampaikan kekhawatirannya: jika Pancasila kehilangan peran sentralnya, maka Indonesia akan kehilangan arah dan jangkar sebagai negara. Bukan hanya tatanan politik yang akan terguncang, tetapi juga kehidupan sosial masyarakat.
“Tanpa Pancasila, tidak ada pijakan bersama untuk menyelesaikan konflik. Jika itu terjadi, maka yang muncul adalah pertarungan identitas dan ideologi yang tak berujung,” tegas Muzani. Ia mengingatkan bahwa mengganti Pancasila dengan ideologi lain akan membuat sebagian warga merasa terpinggirkan di negeri sendiri, yang bisa berujung pada ketidakadilan, perpecahan, dan disintegrasi.
Ia mencontohkan, jika Pancasila digantikan oleh kapitalisme ekstrem, maka keadilan sosial akan lenyap, dan kekuasaan hanya akan dimiliki oleh mereka yang memiliki modal.
Pesan Khusus untuk Generasi Muda
Kepada generasi milenial, Muzani menyampaikan pesan penuh makna: bahwa generasi saat ini tidak diwarisi sebongkah batu mati, melainkan nyala api yang harus terus dijaga dan dibawa ke mana pun.
“Selama api itu tetap menyala, Indonesia akan selalu punya arah. Itulah makna sejati dari Pancasila,” ujarnya.
Ia menambahkan, tanpa Pancasila, bangsa ini bukan hanya akan kehilangan sejarahnya, tapi juga masa depannya. Oleh karena itu, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto terus berikhtiar mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila melalui berbagai program konkrit, mulai dari pemberantasan kemiskinan dan korupsi hingga penguatan UMKM dan sektor ekonomi rakyat lainnya.
BPIP: Ruang Strategis untuk Refleksi dan Sinergi
Dalam kesempatan yang sama, Kepala BPIP Prof. Yudian Wahyudi menyampaikan bahwa forum sarasehan ini menjadi ajang penting bagi dialog lintas sektor dan wilayah dalam memperkuat pemahaman geopolitik dari sudut pandang kebangsaan.
Ia menjelaskan, kegiatan ini bertujuan membangun sinergi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil dalam merumuskan strategi yang berbasis pada nilai-nilai Pancasila untuk menjawab tantangan global yang terus berkembang.
“Acara ini bukan hanya wadah refleksi, tetapi juga upaya merumuskan langkah-langkah konkret untuk menjaga arah kebangsaan di tengah perubahan dunia yang kompleks,” jelas Yudian.
Acara tersebut turut dihadiri oleh jajaran pimpinan MPR seperti Kahar Muzakir, Lestari Moerdijat, Hidayat Nur Wahid, dan Eddy Soeparno. Juga hadir para pejabat dari DPR dan DPD, perwakilan menteri, gubernur, wali kota, hingga tokoh-tokoh nasional lainnya.