mediarelasi.id — Isu reshuffle kabinet dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto semakin mengemuka, terutama setelah intensifnya komunikasi politik antara Prabowo dan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Dua pertemuan penting dalam dua bulan terakhir disebut menjadi sinyal diplomasi politik yang bisa berdampak langsung pada komposisi kabinet.
Setelah pertemuan Hari Raya Idulfitri di kediaman Megawati di Menteng dan pertemuan dalam peringatan Hari Lahir Pancasila, Prabowo bahkan mengutus Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dan Mensesneg Prasetyo Hadi untuk kembali berdiskusi dengan Megawati. Hal ini memperkuat spekulasi bahwa PDI Perjuangan tengah menimbang posisi politiknya dalam pemerintahan.
Meski demikian, sejumlah partai politik koalisi masih memilih bersikap hati-hati. Ketua Dewan Pakar Partai Demokrat, Andi Mallarangeng, menyebut reshuffle sepenuhnya merupakan hak prerogatif presiden. “Yang penting kader Demokrat tetap fokus bekerja dan mendukung kebijakan presiden,” ujarnya.
Partai Golkar, melalui pernyataan Wihaji, juga menyatakan semua kadernya di kabinet tetap berfokus pada kinerja dan bukan urusan politik internal. “Golkar akan selalu hormati keputusan presiden dalam hal komposisi kabinet,” ujarnya.
Sikap serupa juga ditunjukkan Partai Amanat Nasional (PAN). Viva Yoga Mauladi menyebut PAN tidak memiliki informasi apapun terkait reshuffle, namun menegaskan partainya selalu mendukung upaya pemerintah dalam mewujudkan visi pembangunan nasional. “PAN tidak mencampuri wilayah prerogatif Presiden,” katanya.
Namun di balik dukungan tersebut, analis politik Arya Fernandes menilai Prabowo berada dalam posisi dilematis. Di satu sisi ia harus melakukan pembaruan kabinet berdasarkan kinerja dan tuntutan publik, namun di sisi lain ia harus menjaga keseimbangan politik dalam Koalisi Indonesia Maju, terutama karena Partai Gerindra bukan partai mayoritas dalam parlemen.
“Jika reshuffle dilakukan terhadap menteri dari partai besar di koalisi, bisa menimbulkan ketegangan yang memengaruhi stabilitas politik,” ujar Arya.
Dengan situasi ini, keputusan reshuffle bukan hanya soal manajemen birokrasi, tetapi juga menjadi ujian bagi kepemimpinan Prabowo dalam menavigasi tekanan publik, loyalitas politik, dan integritas pemerintahan.