mediarelasi.id – Sebuah rumah makan legendaris di Solo, Ayam Goreng Widuran, yang berlokasi di Jalan Sultan Syahrir, Kecamatan Jebres, tengah menjadi perbincangan hangat setelah diketahui menyajikan makanan non-halal. Fakta ini terungkap melalui ulasan pengguna di Google Review, yang kemudian memicu reaksi dari berbagai pihak.
Sebagai respons, manajemen Ayam Goreng Widuran—yang telah berdiri sejak tahun 1973—segera mengumumkan secara terbuka status non-halal usahanya. Pemberitahuan dilakukan melalui berbagai saluran, termasuk media sosial resmi Instagram @ayamgorengwiduransolo, Google Maps, serta spanduk di depan lokasi usaha.
Pantauan di lapangan menunjukkan rumah makan tersebut tetap ramai dikunjungi, terutama oleh pelanggan nonmuslim. Suasana makan siang terlihat padat dengan mobil-mobil terparkir di depan restoran dan para pengemudi ojek online yang sibuk menanti pesanan.
Ranto, salah satu karyawan restoran, menjelaskan bahwa pemberitahuan mengenai status non-halal sudah disampaikan secara luas. “Kami sudah pasang pengumuman jelas. Menu yang ramai dibicarakan adalah ayam goreng kremes. Mayoritas pelanggan kami sejak dulu memang dari kalangan nonmuslim,” ujarnya pada Minggu (25/5).
Kepala Kantor Kemenag Kota Solo, Ahmad Ulin Nur Hafsun, turut angkat bicara. Ia menekankan pentingnya pelaku usaha makanan mencantumkan keterangan yang jujur dan transparan soal kehalalan produk. “Pencantuman label non-halal itu penting, agar konsumen Muslim bisa memilih dengan tenang. Tulis saja dengan jelas di tempat usaha,” ujarnya.
Merespons kekisruhan yang terjadi, Wali Kota Solo Respati Ardi turun langsung meninjau lokasi. Ia memutuskan operasional rumah makan itu dihentikan sementara sambil menunggu hasil asesmen dan uji laboratorium terhadap bahan-bahan makanan yang digunakan. Tim gabungan dari Satpol PP, Dinas Perdagangan, dan Kemenag menyita sejumlah sampel, seperti ayam ungkep, kremesan, minyak goreng, serta bumbu untuk diperiksa.
“Saya sudah berdialog dengan pemilik usaha. Kami sepakati rumah makan ini ditutup dulu sampai asesmen selesai. Jika pemilik ingin mengajukan status halal, silakan. Jika tidak, juga harus dinyatakan dengan tegas bahwa produk tersebut non-halal,” kata Respati, Senin (26/5).
Wali Kota menegaskan bahwa keputusan ini bertujuan menjaga ketertiban sosial dan keharmonisan masyarakat Solo. Ia menyatakan, meskipun rumah makan ini telah beroperasi lebih dari lima dekade, kejelasan status produk sangat penting dalam perlindungan konsumen dan kerukunan antarumat beragama.
Sebagai tindak lanjut, Respati menyebut Pemkot Solo akan bekerja sama dengan tim sertifikasi halal untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap restoran-restoran lain di Solo guna mencegah insiden serupa terulang.
Sementara itu, salah satu warga, Mochammad Burhanudin, menyampaikan telah melayangkan aduan resmi ke Polresta Solo terkait insiden ini. Pihak kepolisian menyatakan bahwa tindakan administratif sudah dilakukan oleh pemerintah kota.
Kasatreskrim Polresta Solo, AKP Prasetyo Tri Wibowo, mengatakan bahwa langkah Wali Kota sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. “Penanganan sudah dilakukan oleh Pak Wali. Dasarnya adalah regulasi yang berlaku,” ujarnya.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya keterbukaan informasi dalam industri makanan, khususnya di wilayah dengan populasi Muslim yang signifikan seperti Solo.