Microsoft Akui Dukung Militer Israel dengan Layanan AI dan Cloud Selama Konflik Gaza

- Penulis Berita

Kamis, 22 Mei 2025 - 13:38 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Microsoft

Microsoft

mediarelasi.idMicrosoft secara terbuka mengonfirmasi bahwa mereka telah menyediakan layanan kecerdasan buatan (AI) dan komputasi awan (cloud) kepada militer Israel selama konflik yang berlangsung di Gaza. Raksasa teknologi asal Amerika Serikat ini mengklaim bahwa dukungan mereka bertujuan untuk membantu operasi penyelamatan sandera, bukan untuk menyerang warga sipil Palestina.

Pernyataan tersebut dipublikasikan di situs resmi Microsoft, menandai pertama kalinya perusahaan itu mengakui keterlibatannya dalam operasi militer Israel selama perang yang telah menewaskan puluhan ribu warga Gaza.

Pengakuan ini muncul sekitar tiga bulan setelah laporan investigatif dari The Associated Press (AP) yang membongkar detail kemitraan antara Microsoft dan Kementerian Pertahanan Israel. Dalam laporan itu disebutkan, penggunaan layanan cloud Azure dan teknologi AI Microsoft oleh militer Israel meningkat drastis—sekitar 200 kali lipat—setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

Peran Teknologi Microsoft

Menurut laporan AP, teknologi Azure digunakan oleh militer Israel untuk menyalin, menerjemahkan, dan mengolah informasi intelijen dari sistem pengawasan. Namun, dalam pernyataannya pada 15 Mei 2025, Microsoft tidak menjelaskan secara spesifik bagaimana teknologi mereka diaplikasikan di medan konflik.

Microsoft menyatakan bahwa mereka hanya menyediakan layanan cloud, perangkat lunak, serta fitur AI seperti penerjemahan bahasa. Selain itu, perusahaan menyebut telah bekerja sama dengan pemerintah Israel untuk memperkuat pertahanan siber nasional.

Baca Juga:  Dua Pegawai Kedutaan Israel Ditembak Mati di Dekat Museum Yahudi, Washington DC

Microsoft juga mengakui memberikan akses khusus ke beberapa layanan teknologinya sebagai bagian dari dukungan darurat, yang diklaim dimaksudkan untuk membantu menyelamatkan lebih dari 250 sandera yang ditahan Hamas. Namun, tidak ada rincian lebih lanjut mengenai bagaimana bantuan itu diberikan, ataupun jaminan bahwa privasi dan keselamatan warga sipil Palestina terlindungi.

Kebijakan Etika Microsoft

Dalam pembelaannya, Microsoft menegaskan bahwa seluruh pelanggan, termasuk militer Israel, terikat pada Acceptable Use Policy dan AI Code of Conduct perusahaan. Kebijakan ini melarang penggunaan teknologi Microsoft untuk tujuan yang melanggar hukum atau membahayakan manusia. Hingga kini, Microsoft menyatakan tidak menemukan bukti pelanggaran atas aturan tersebut atau bahwa teknologinya digunakan untuk menyerang warga Gaza secara langsung.

Kritik dan Kontroversi

Meski demikian, pernyataan Microsoft mendapat kritik tajam. Kelompok karyawan yang tergabung dalam inisiatif “No Azure for Apartheid” menyerukan agar perusahaan membuka secara publik laporan lengkap terkait penggunaan teknologinya oleh Israel.

Hossam Nasr, mantan karyawan Microsoft yang diberhentikan usai menyelenggarakan acara peringatan untuk korban Palestina, menyebut pernyataan resmi perusahaan hanyalah “upaya pencitraan.”

“Jelas bahwa ini bukan tanggapan yang tulus terhadap kekhawatiran pekerja. Ini lebih pada usaha PR untuk memulihkan reputasi mereka,” ujar Nasr.

Microsoft bukan satu-satunya perusahaan teknologi AS yang terlibat. Militer Israel juga menjalin kontrak dengan sejumlah raksasa lainnya seperti Google, Amazon, Palantir, dan perusahaan-perusahaan teknologi besar lainnya.

Baca Juga:  Aliansi Tak Terduga: Intel dan AMD Bersatu Hadapi Qualcomm

Dampak Operasi Militer

Dalam berbagai operasi militer Israel yang disebut bertujuan menyelamatkan sandera, jumlah korban sipil tetap tinggi. Dalam operasi Februari 2024 di Rafah, misalnya, dua sandera dibebaskan, tetapi sekitar 60 warga Palestina tewas. Sementara itu, penggerebekan di kamp Nuseirat pada Juni 2024 memang berhasil membebaskan empat sandera, namun menewaskan sedikitnya 274 warga Gaza.

Secara keseluruhan, invasi dan serangan yang berlangsung di Gaza dan Lebanon telah merenggut lebih dari 50.000 nyawa, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak.

Kekhawatiran atas Penggunaan AI Militer

Kerja sama antara perusahaan teknologi dan lembaga militer terus menuai kekhawatiran dari kelompok hak asasi manusia. Penggunaan AI dalam konteks militer dinilai berisiko tinggi, terutama karena dapat mempercepat proses pengambilan keputusan yang menyangkut hidup dan mati, tanpa jaminan keakuratan atau perlindungan terhadap warga sipil.

Berita Terkait

Sunway Medical Centre Perluas Layanan untuk Pasien Indonesia dengan Kantor Penghubung di Jakarta
Bolu Meranti Tekan Biaya Energi hingga 50% Berkat Gas Bumi PGN
Disiksa Berjam-jam! Begini Ketatnya Uji Ketahanan iPhone di Lab Apple
Dukung Industri Baterai dan Kendaraan Listrik, SPSL Perkuat Layanan Logistik Terintegrasi
Menkomdigi Tegaskan Pentingnya Ruang Siber dalam Menjaga Kedaulatan Bangsa
Suzuki Perkenalkan Fronx, SUV Ringkas Hybrid dengan Fitur Keamanan Lengkap
Sprint Asia Dorong Loyalitas Pelanggan yang Berkelanjutan di Loyalty Summit 2025
Kenapa Banyak Pesawat Berwarna Putih? Ini 5 Alasan Utamanya
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 26 Juni 2025 - 14:04 WIB

Sunway Medical Centre Perluas Layanan untuk Pasien Indonesia dengan Kantor Penghubung di Jakarta

Kamis, 26 Juni 2025 - 13:47 WIB

Bolu Meranti Tekan Biaya Energi hingga 50% Berkat Gas Bumi PGN

Senin, 16 Juni 2025 - 13:08 WIB

Disiksa Berjam-jam! Begini Ketatnya Uji Ketahanan iPhone di Lab Apple

Sabtu, 14 Juni 2025 - 17:45 WIB

Dukung Industri Baterai dan Kendaraan Listrik, SPSL Perkuat Layanan Logistik Terintegrasi

Jumat, 30 Mei 2025 - 08:31 WIB

Menkomdigi Tegaskan Pentingnya Ruang Siber dalam Menjaga Kedaulatan Bangsa

Berita Terbaru

Bolu Meranti Tekan Biaya Energi hingga 50% Berkat Gas Bumi PGN

Teknologi dan Sains

Bolu Meranti Tekan Biaya Energi hingga 50% Berkat Gas Bumi PGN

Kamis, 26 Jun 2025 - 13:47 WIB