mediarelasi.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali bergerak dalam penyelidikan kasus gratifikasi tambang batu bara yang menjerat mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari. Kali ini, giliran rumah pengusaha Robert Bonosusatya yang menjadi sasaran penggeledahan tim penyidik.
Wakil Ketua KPK Fitroh Cahyanto mengonfirmasi adanya penggeledahan tersebut pada Kamis (15/5/2025). Namun, hingga kini, lokasi spesifik rumah yang digeledah belum diungkapkan ke publik.
“Benar, (kami menggeledah rumah Robert),” ujar Fitroh singkat saat dikonfirmasi media.
Peran Robert dalam pusaran perkara ini masih belum dijelaskan secara detail oleh KPK. Ia pun belum memberikan tanggapan resmi mengenai tindakan penyidik yang mengarah ke kediamannya.
Aliran Dana dari Tambang ke Politikus
Dalam kasus yang sama, KPK menduga Rita Widyasari menerima gratifikasi dari pengurusan izin tambang batu bara di wilayahnya. Nilai gratifikasi ditaksir mencapai US$3,3 hingga US$5 per metrik ton, dan melibatkan transaksi dalam jumlah jutaan dolar.
Lebih lanjut, penyidik menyebut nama-nama tokoh nasional yang diduga ikut menerima aliran dana. Di antaranya adalah Japto Soerjosoemarno, Ketua Umum sebuah organisasi pemuda, dan Ahmad Ali, politisi ternama yang juga disebut dalam pengusutan ini.
Menurut Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, aliran uang tersebut ditelusuri mengalir melalui perusahaan tambang bernama PT Bara Kumala Sakti (PT BKS) yang berbasis di Kalimantan Timur.
“Dari salah satu pimpinan organisasi pemuda itu, uang kemudian mengalir ke dua tokoh ini,” jelas Asep, dalam konferensi pers (20/2/2025).
Bukti dan Barang yang Disita
Dari penggeledahan yang dilakukan di rumah Ahmad Ali di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, KPK menyita sejumlah barang bukti, termasuk:
- Uang tunai sebesar Rp 3,4 miliar
- Tas dan jam tangan mewah
- Dokumen penting dan barang bukti elektronik
Temuan ini memperkuat dugaan adanya pencucian uang dalam skema gratifikasi tambang batu bara.
Kasus Rita Widyasari: Dari Suap Hingga Pencucian Uang
Rita Widyasari sebelumnya telah divonis bersalah dalam kasus korupsi dan dihukum 10 tahun penjara serta dikenai denda sebesar Rp 600 juta, subsider 6 bulan kurungan. Ia kini kembali ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang terpisah, namun saling terkait.