Bandung Lautan Api: Ketika Kota Dibakar Demi Harga Diri Bangsa

mediarelasi.id – Delapan dekade telah berlalu sejak malam bersejarah itu—saat ribuan warga Bandung memilih membakar kotanya sendiri daripada menyerahkannya ke tangan penjajah. Bandung Lautan Api, peristiwa heroik pada 24 Maret 1946, bukan sekadar catatan sejarah, tapi simbol pengorbanan, keberanian, dan tekad sebuah bangsa muda yang baru saja merdeka.
Hari ini, tepat 79 tahun kemudian, api semangat itu terus dinyalakan. Bukan lagi lewat kobaran fisik, melainkan melalui peringatan, refleksi, dan pendidikan sejarah bagi generasi penerus.
Ketika Kota Jadi Medan Perlawanan
Pasca Proklamasi 17 Agustus 1945, situasi politik Indonesia jauh dari stabil. Pasukan Sekutu, yang di antaranya terdiri dari tentara Inggris dan Belanda (NICA), kembali datang ke Indonesia dengan dalih melucuti tentara Jepang, namun diam-diam ingin mengembalikan kekuasaan kolonial.
Di Bandung, ultimatum diberikan: tentara Indonesia harus meninggalkan kota dalam waktu 24 jam. Jawaban rakyat dan tentara Republik? Tidak menyerah. Mereka memilih jalan ekstrem: membumihanguskan kota bagian selatan agar tidak bisa dimanfaatkan oleh musuh.
Pada malam 23 Maret hingga dini hari 24 Maret 1946, langit Bandung merah menyala. Gudang-gudang logistik, markas militer, dan rumah-rumah strategis dibakar. Sekitar 200 ribu warga mengungsi ke daerah selatan dan pedalaman. Api berkobar selama berhari-hari, menjadikan Bandung layaknya lautan api yang membara di kaki pegunungan Priangan.
Mohammad Toha dan Semangat Pengorbanan
Nama Mohammad Toha, pejuang muda dari Barisan Rakyat Indonesia, menjadi legenda. Ia membawa bom ke gudang mesiu milik Belanda dan meledakkan dirinya demi misi sabotase. Aksinya tidak hanya menghancurkan gudang senjata, tapi juga membakar semangat perjuangan ribuan rakyat.
Toha dan banyak pejuang lainnya tak hanya bertempur dengan senjata, tapi dengan tekad untuk tidak tunduk. Di tengah krisis logistik dan tekanan militer, mereka memilih mengorbankan tanah kelahiran demi mempertahankan kemerdekaan.
Lebih dari Sekadar Sejarah Lokal
Bandung Lautan Api bukan hanya kisah tentang Bandung. Ini adalah gambaran perjuangan Indonesia secara menyeluruh—bahwa kemerdekaan tidak diperoleh di meja perundingan, tapi diperjuangkan di jalan-jalan sempit, ladang-ladang sawah, dan jantung kota.
Peristiwa ini menginspirasi perlawanan di kota-kota lain dan mengukuhkan posisi Bandung sebagai kota revolusioner. Tak heran jika di kemudian hari, Bandung juga menjadi tempat lahirnya Konferensi Asia-Afrika, simbol solidaritas antarbangsa yang pernah dijajah.
Menjaga Api di Tengah Arus Zaman
Hari ini, tugu Monumen Bandung Lautan Api di Lapangan Tegalega berdiri sebagai pengingat. Sekolah-sekolah, komunitas, dan pemerintah kota setiap tahunnya menggelar peringatan dan refleksi. Namun di era digital ini, tantangannya bukan lagi penjajahan fisik, melainkan penjajahan memori—lupa akan sejarah.
Sejarawan muda, aktivis budaya, dan pengajar kini terus berjuang agar semangat Bandung Lautan Api tak hanya menjadi nama jalan atau upacara rutin, tapi menjadi nilai hidup: bahwa kebebasan dan harga diri bangsa tak pernah gratis.
Responses