Menko Polhukam Yusril: RUU Perampasan Aset Berpotensi Timbulkan Masalah Hukum Baru

Yusril

mediarelasi.id — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset perlu dikaji ulang sebelum dilanjutkan pembahasannya di DPR. Menurutnya, rancangan aturan tersebut berpotensi memunculkan persoalan hukum baru, terutama terkait proses perampasan aset yang belum melalui putusan pengadilan.

“RUU ini sudah diajukan oleh pemerintah sebelumnya di masa Presiden Joko Widodo, namun substansinya menimbulkan sejumlah pertanyaan hukum,” ujar Yusril dalam pernyataan yang disampaikan melalui akun media sosial pribadinya, Kamis (8/5).

Yusril menggarisbawahi perbedaan mendasar antara mekanisme penyitaan dan perampasan aset. Dalam praktik hukum saat ini, perampasan dilakukan setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Namun dalam RUU yang diajukan, perampasan dimungkinkan dilakukan sebelum proses peradilan selesai.

“Kalau penyitaan dilakukan saat penyidikan dan barang bukti disimpan hingga ada putusan, itu bisa. Tapi kalau dirampas lebih awal, lalu terdakwa tidak terbukti, ini akan menimbulkan implikasi hukum,” kata Yusril.

Ia juga menyoroti potensi penyalahgunaan kewenangan jika aparat diberikan otoritas merampas aset sebelum proses hukum berjalan. Menurutnya, hal ini berisiko memunculkan persepsi publik tentang pelanggaran hak dan abuse of power.

“RUU ini bisa menjadi beban berat bagi penegak hukum, terutama Kepolisian, karena risiko dianggap melampaui kewenangan,” tambahnya.

Yusril menegaskan pentingnya sinkronisasi substansi RUU Perampasan Aset dengan prinsip-prinsip hukum acara pidana yang berlaku. Ia juga menyatakan bahwa pemerintah dan DPR masih mempertimbangkan apakah akan melanjutkan pembahasan RUU ini atau merevisi konsep dasarnya agar selaras dengan hukum nasional, termasuk KUHP baru.

Related Articles

Responses

Your email address will not be published. Required fields are marked *