mediarelasi.id— Setelah menjalani 30 pekan penuh pasang-surut di Liga 1 musim 2024/2025, Persija Jakarta resmi mengakhiri kerja sama dengan pelatih kepala Carlos Pena, Kamis (1/5/2025). Keputusan ini diambil setelah performa tim terus terperosok, bahkan kalah dari tim papan bawah, Semen Padang.
Dalam pengumuman resmi yang disampaikan lewat akun Instagram klub, Persija menuliskan ucapan terima kasih kepada Pena dengan nada penuh diplomasi namun tak bisa menyembunyikan urgensi perombakan.
“TERIMA KASIH, CARLOS PENA! Persija dan Carlos Pena sepakat mengakhiri kebersamaan usai melewati 30 pekan kompetisi bersama.”
Ricky Nelson Naik ke Kursi Panas
Sebagai respons cepat, Persija menunjuk Ricky Nelson sebagai pelatih interim hingga musim tuntas. Diharapkan, sosok yang tak asing di kancah sepak bola nasional ini bisa menjadi katalis perubahan dan menyelamatkan sisa ambisi klub di Liga 1.
“Perpisahan ini adalah interpretasi dari semangat perubahan. Kami butuh arah baru, dan Ricky Nelson akan memimpin tim sampai musim berakhir,” jelas Direktur Persija, Mohamad Prapanca.
Tersandung di Jalur Akhir
Persija Jakarta saat ini terjebak dalam tren negatif: hanya dua kemenangan dalam 10 pertandingan terakhir.
Kombinasi lima kekalahan dan tiga hasil imbang membuat impian bersaing di papan atas makin kabur. Terakhir, kekalahan dari Semen Padang — tim yang berada di zona degradasi — menjadi puncak kekecewaan publik Jakmania.
Kini, dengan hanya empat laga tersisa dan posisi kelima yang belum aman (47 poin), manajemen berharap Ricky Nelson bisa mendorong tim menembus empat besar — target minimal yang kini jadi batas harga diri klub ibu kota.
Catatan Akhir untuk Pena
Carlos Pena datang dengan ekspektasi tinggi, membawa filosofi permainan berbasis penguasaan bola yang elegan. Namun, performa tim yang inkonsisten, pertahanan rapuh, dan tumpulnya lini depan membuat kiprahnya tak bertahan lama. Pena menjadi satu lagi nama dalam daftar pelatih asing yang gagal bertahan lama di kerasnya kompetisi Liga 1.
Kini, Macan Kemayoran kembali memasuki fase pertaruhan — bukan hanya soal poin, tapi juga kepercayaan suporter yang semakin kritis.