Marsinah: Jejak Perjuangan Buruh yang Menanti Gelar Pahlawan Nasional

mediarelasi.id — Dalam riuh peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di Lapangan Monas, nama Marsinah kembali menggema. Bukan sekadar mengenang, tapi kini muncul dorongan nyata untuk mengangkat aktivis buruh asal Sidoarjo itu sebagai Pahlawan Nasional.
Presiden Prabowo Subianto menyatakan secara terbuka bahwa dirinya mendukung usulan tersebut, selama itu merupakan aspirasi kolektif dari kaum buruh. “Kalau itu memang menjadi suara seluruh buruh Indonesia, saya siap mendukung,” kata Prabowo saat berbicara di hadapan ribuan massa buruh, Kamis (1/5).
Usulan ini mencuat dari pimpinan serikat pekerja yang menyoroti absennya sosok dari kalangan buruh dalam deretan penerima gelar Pahlawan Nasional. Dan Marsinah, nama yang lekat dengan sejarah perjuangan hak-hak pekerja, menjadi simbol yang dianggap paling layak.
Dari Pabrik Jam ke Panggung Sejarah
Marsinah lahir di Nganjuk, Jawa Timur, pada 10 April 1969. Ia adalah karyawan pabrik jam tangan PT Catur Putra Surya (CPS) di Sidoarjo. Tak hanya bekerja, ia juga bersuara. Marsinah aktif menyuarakan keadilan di tempat kerja, terutama dalam aksi mogok buruh menuntut kenaikan upah pada awal Mei 1993.
Namun perjuangannya berujung tragis. Pada 5 Mei 1993, usai sejumlah rekan buruhnya ditangkap dan diinterogasi di Markas Kodim Sidoarjo, Marsinah hilang secara misterius. Tiga hari kemudian, jasadnya ditemukan di hutan Wilangan, Nganjuk, dengan luka-luka yang menunjukkan bekas penyiksaan brutal.
Otopsi menunjukkan Marsinah tewas akibat penganiayaan berat. Peristiwa ini mengundang sorotan internasional, termasuk dari Organisasi Buruh Internasional (ILO), yang mencatat kasus ini dalam laporan dengan kode ILO 1773.
Warisan Perlawanan yang Tak Hilang Ditelan Lumpur
Kasus Marsinah tak pernah tuntas secara hukum, namun namanya abadi dalam sejarah gerakan buruh Indonesia.
Pada 1993, ia dianugerahi Penghargaan Yap Thiam Hien atas jasanya dalam perjuangan hak asasi manusia. Sementara perusahaan tempat ia dulu bekerja, PT CPS, kini telah hilang dari peta setelah kawasan itu tenggelam oleh semburan lumpur Lapindo.
Di tengah ingatan akan pengorbanannya, muncul harapan baru: bahwa Marsinah tidak hanya dikenang, tapi juga diakui secara resmi oleh negara sebagai Pahlawan Nasional. Sebuah bentuk penghormatan atas keberanian perempuan muda yang memilih bersuara saat banyak orang memilih diam.
Responses