Bank Dunia Soroti Ancaman Utang di Negara Berkembang di Tengah Ketidakpastian Perdagangan

mediarelasi.id – Bank Dunia mengeluarkan peringatan atas memburuknya kondisi utang di negara-negara berkembang, yang diperparah oleh meningkatnya ketidakpastian dalam perdagangan global. Pemangkasan tarif disebut sebagai salah satu langkah potensial untuk mendorong pemulihan ekonomi, menurut Kepala Ekonom Bank Dunia, Indermit Gill.
Mengutip laporan Reuters, Minggu (27/4), Gill menyatakan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi global, khususnya di negara maju, sedang mengalami penyesuaian turun yang cukup signifikan. Adapun penyesuaian di negara berkembang tercatat lebih moderat. Revisi ini sebagian besar dipicu oleh kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump.
Forum tahunan yang digelar oleh International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia pekan ini di Washington menempatkan isu tarif dan dampaknya sebagai topik utama. Kebijakan tarif AS yang mencapai level tertinggi dalam seabad, serta reaksi balasan dari sejumlah negara seperti China, Uni Eropa, dan Kanada, menjadi sorotan.
IMF sebelumnya pada Selasa (22/4) telah memangkas perkiraan pertumbuhan untuk sejumlah negara besar, termasuk AS dan China, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 turun menjadi 2,8 persen, atau setengah poin lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.
Sementara itu, Bank Dunia dijadwalkan merilis proyeksi ekonomi global pada Juni. Namun, Gill mengindikasikan adanya kecenderungan penurunan tajam dalam proyeksi pertumbuhan dan perdagangan global. Indeks ketidakpastian global juga menunjukkan lonjakan tajam, terutama setelah pemberlakuan tarif baru oleh AS pada awal April.
Menurut Gill, berbeda dari krisis finansial 2008–2009 atau masa pandemi, tekanan ekonomi kali ini dipicu langsung oleh keputusan kebijakan. Hal ini berarti, dengan perubahan kebijakan yang tepat, dampak tersebut masih dapat dikendalikan.
Ia menambahkan bahwa negara berkembang kini menghadapi tekanan tambahan karena perlambatan pertumbuhan yang telah berlangsung dalam dua dekade terakhir. Pertumbuhan perdagangan global diperkirakan hanya mencapai 1,5 persen, jauh di bawah rata-rata historis 8 persen pada era 2000-an.
Arus modal ke negara berkembang juga mencatat tren penurunan. Investasi asing langsung (FDI), yang sempat mencapai 5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), kini hanya menyumbang sekitar 1 persen. Arus portofolio mencerminkan pola serupa yang terjadi pada sejumlah krisis sebelumnya.
Gill juga menyampaikan peningkatan signifikan dalam risiko utang. Ia menyebutkan bahwa separuh dari 150 negara berkembang kini berada dalam kondisi gagal bayar atau berisiko tinggi mengalaminya, meningkat dua kali lipat dari angka tahun sebelumnya. Penurunan pertumbuhan global dan suku bunga tinggi dinilai berpotensi memperparah kondisi tersebut.
Rasio pembayaran bunga bersih terhadap PDB di pasar negara berkembang kini mencapai 12 persen, naik dari 7 persen pada 2014, mendekati level krisis dekade 1990-an. Di negara-negara berpendapatan rendah, beban pembayaran utang telah meningkat menjadi 20 persen dari PDB, dua kali lipat dari satu dekade yang lalu.
Responses