Uranium: Energi Masa Depan atau Ancaman Baru?

Uranium

mediarelasi.id — Di tengah krisis energi global dan perlombaan negara-negara dunia untuk mencari sumber energi bersih yang andal, nama uranium kembali mencuat. Logam radioaktif yang selama ini identik dengan senjata nuklir dan bencana radiasi, kini dilirik sebagai solusi potensial untuk transisi energi global.

Namun, di balik potensinya, uranium tetap menyimpan sejumlah kontroversi dan tantangan besar—baik dari sisi keamanan, politik, maupun dampak lingkungan.


Apa Itu Uranium dan Mengapa Penting?

Uranium adalah unsur kimia yang memiliki simbol U dan nomor atom 92 dalam tabel periodik. Bahan ini bersifat radioaktif dan alami, ditemukan dalam batuan bumi di berbagai belahan dunia. Bentuk uranium mentah umumnya tidak terlalu berbahaya, namun setelah diproses dan diperkaya, uranium dapat digunakan sebagai bahan bakar reaktor nuklir atau bahkan bahan baku senjata nuklir.

Jenis uranium yang paling sering digunakan dalam pembangkit listrik tenaga nuklir adalah Uranium-235 dan Uranium-238, di mana U-235 memiliki kemampuan untuk mengalami reaksi fisi yang menghasilkan energi besar secara berkelanjutan.

Dengan satu kilogram uranium yang diperkaya, energi yang dihasilkan bisa setara dengan membakar hampir 1.500 ton batu bara.


Uranium dan Peranannya dalam Energi Bersih

Dalam beberapa tahun terakhir, permintaan uranium meningkat seiring dengan desakan dunia untuk meninggalkan bahan bakar fosil. Negara-negara seperti China, Prancis, dan India gencar membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) sebagai bagian dari strategi jangka panjang menuju netral karbon.

International Atomic Energy Agency (IAEA) memperkirakan kebutuhan uranium akan meningkat lebih dari 40 persen pada 2040 jika tren ini terus berlanjut.

“Energi nuklir merupakan satu dari sedikit sumber energi rendah karbon yang tersedia dalam skala besar dan dapat diandalkan,” kata Rafael Grossi, Direktur Jenderal IAEA.


Kontroversi: Antara Solusi dan Risiko

Meski menjanjikan sebagai energi bersih, uranium menyimpan potensi risiko besar. Masalah utama terletak pada limbah radioaktif, keamanan reaktor, dan potensi proliferasi nuklir.

Kasus-kasus seperti Chernobyl (1986) dan Fukushima (2011) menjadi pengingat betapa dahsyatnya konsekuensi dari kecelakaan nuklir. Selain itu, uranium yang diperkaya juga berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan militer, seperti pembuatan bom atom.

Indonesia sendiri belum memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir, namun wacana pembangunan reaktor skala kecil (SMR – Small Modular Reactor) mulai muncul dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan tengah melakukan studi kelayakan terkait pemanfaatan nuklir secara terbatas.


Pasar Uranium dan Posisi Indonesia

Secara global, negara-negara seperti Kazakhstan, Kanada, dan Australia merupakan tiga produsen uranium terbesar. Kazakhstan sendiri menyuplai hampir 40% dari produksi uranium dunia, menjadikannya pemain kunci dalam geopolitik energi global.

Indonesia belum memiliki tambang uranium aktif, namun memiliki potensi cadangan di beberapa wilayah, terutama di Kalimantan Barat, Bangka Belitung, dan Papua. Meski belum ditambang secara komersial, beberapa studi eksplorasi telah dilakukan oleh BATAN dan LIPI (kini BRIN).

Pengembangan tambang uranium di Indonesia masih menghadapi tantangan hukum dan sosial. Selain belum adanya kerangka regulasi yang jelas, resistensi dari masyarakat sipil cukup kuat, terutama terkait isu lingkungan dan kesehatan.


Masa Depan Uranium: Mengatur dengan Bijak

Dengan dunia yang semakin bergantung pada energi bersih, uranium akan tetap menjadi bagian dari perbincangan global. Namun, penggunaannya harus dilakukan secara hati-hati dan transparan, dengan pengawasan ketat serta keterlibatan publik yang aktif.

Satu hal yang perlu diingat, teknologi tidak pernah netral. Uranium bisa menjadi berkah atau bencana, tergantung bagaimana kita mengelolanya.

Bagi Indonesia, uranium mungkin belum menjadi prioritas energi saat ini. Namun, seiring meningkatnya kebutuhan listrik dan tuntutan pengurangan emisi, kemungkinan besar peran energi nuklir dan uranium akan kembali naik ke permukaan. Yang perlu dipastikan adalah kesiapan negara dalam aspek teknis, regulasi, dan terutama—kepercayaan publik.

Related Articles

Responses

Your email address will not be published. Required fields are marked *