Inflasi Maret 2025 Sentuh 1,65 Persen: Tarif Listrik dan Air Jadi Pendorong Utama

mediarelasi.id, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan laju inflasi nasional pada Maret 2025 mencapai 1,65 persen secara bulanan (month-to-month). Kenaikan ini menjadi yang tertinggi dalam beberapa bulan terakhir dan didorong terutama oleh lonjakan biaya kebutuhan dasar seperti air bersih, listrik, serta bahan bakar rumah tangga.
Secara tahunan (year-on-year), angka inflasi tercatat sebesar 1,03 persen, menandakan adanya tekanan harga yang lebih tinggi dibandingkan bulan yang sama tahun lalu.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah, mengungkapkan bahwa indeks harga konsumen (IHK) meningkat dari 105,48 pada Februari menjadi 107,22 pada Maret 2025.
“Jika dibandingkan dengan Maret 2024 maupun Februari tahun ini, inflasi Maret 2025 memang menunjukkan lonjakan yang lebih signifikan,” ujar Habibullah dalam konferensi pers di kantor BPS, Selasa (8/4/2025).
Sektor Perumahan Jadi Kontributor Terbesar
Berdasarkan data BPS, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga menjadi penyumbang terbesar terhadap inflasi bulan Maret, dengan angka mencapai 8,45 persen dan menyumbang 1,18 persen terhadap total inflasi nasional.
Kenaikan tarif listrik dan air bersih di beberapa daerah disebut sebagai penyebab utama lonjakan ini. Penyesuaian tarif tersebut, menurut sejumlah analis ekonomi, dipengaruhi oleh peningkatan biaya operasional serta kebijakan pemerintah dalam pengelolaan energi.
Selain sektor perumahan, beberapa komoditas pangan juga turut memberikan kontribusi terhadap inflasi, meski dalam skala yang lebih kecil. Antara lain:
- Bawang merah, menyumbang inflasi sebesar 0,11 persen
- Cabai rawit, sebesar 0,06 persen
- Emas perhiasan, sebesar 0,05 persen
- Daging ayam ras, sebesar 0,03 persen
Habibullah menyebut fluktuasi harga pangan ini merupakan pola musiman yang lazim terjadi menjelang bulan Ramadhan, ketika permintaan cenderung meningkat.
Inflasi Terjadi di Seluruh Provinsi
BPS juga mencatat bahwa seluruh provinsi di Indonesia mengalami inflasi selama bulan Maret, meski dengan besaran yang bervariasi. Provinsi dengan tingkat inflasi tertinggi adalah Gorontalo, yang mencatat kenaikan sebesar 2,88 persen. Sementara itu, inflasi terendah terjadi di Papua Pegunungan, yakni sebesar 0,08 persen.
Perbedaan angka ini, menurut BPS, mencerminkan variasi kondisi ekonomi regional, termasuk distribusi logistik, ketersediaan pasokan, dan kebijakan lokal terkait tarif serta harga komoditas.
Menakar Arah Inflasi ke Depan
Lonjakan inflasi di Maret ini menjadi sinyal penting bagi pembuat kebijakan untuk lebih cermat menjaga stabilitas harga, terutama menjelang periode Lebaran dan musim tanam baru.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Riza Octaviani, mengatakan bahwa meskipun inflasi tahunan masih tergolong rendah, peningkatan tajam secara bulanan perlu diwaspadai.
“Inflasi sebesar 1,65 persen dalam satu bulan menandakan tekanan yang cukup serius, apalagi kalau berlanjut ke April yang biasanya didorong oleh konsumsi masyarakat menjelang Idulfitri,” kata Riza saat dihubungi secara terpisah.
Ia menambahkan bahwa stabilisasi harga pangan dan pengendalian biaya energi rumah tangga perlu menjadi prioritas pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah.
Kebijakan Lanjutan Ditunggu
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum merilis kebijakan lanjutan terkait pengendalian tarif dasar dan distribusi komoditas strategis.
Namun, sejumlah program subsidi dan stabilisasi harga diperkirakan akan digencarkan menjelang triwulan kedua 2025. Sementara itu, Bank Indonesia masih mempertahankan suku bunga acuannya dalam upaya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan stabilitas inflasi.
Responses