mediarelasi.id – Mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Sayed Mustafa Usab, angkat bicara mengenai perdebatan seputar Undang-Undang TNI yang baru. Ia menilai ada upaya sistematis yang mencoba menggiring opini publik dengan narasi traumatik masa lalu, terutama dengan isu kembalinya dwifungsi ABRI.
Sayed mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak memanfaatkan emosi rakyat guna mendiskreditkan UU TNI yang baru serta institusi TNI itu sendiri. Menurutnya, penempatan personel TNI di lembaga atau kementerian sipil sudah melalui pertimbangan ketat dan tidak serta-merta membawa kepentingan korps mereka.
“Penempatan prajurit di ranah sipil pasti didasarkan pada kompetensi dan kelayakan individu. Saya dengar Panja revisi UU TNI bahkan meminta agar anggota TNI aktif yang menduduki jabatan sipil mengundurkan diri dari status militernya. Itu langkah yang baik,” ujar Sayed Mustafa kepada wartawan, Minggu (23/3/2025).
Lebih lanjut, Sayed menegaskan bahwa kekhawatiran akan kembalinya Orde Baru tidak beralasan. Ia menilai posisi TNI dalam pemerintahan saat ini adalah untuk mendukung jalannya roda pemerintahan, bukan untuk mengontrolnya. Oleh karena itu, menurutnya, tidak perlu membakar emosi publik dengan spekulasi berlebihan mengenai RUU TNI.
Ia juga menyoroti keputusan pemerintah dalam menempatkan prajurit aktif di 14 kementerian dan lembaga, menekankan bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan pemerintah.
“TNI hanya mengajukan kandidat, selebihnya pemerintah yang menentukan apakah mereka diterima atau tidak. Lagi pula, posisi yang mereka duduki bukan peran strategis di luar ranah teknis, melainkan sekadar perbantuan dalam menguatkan kapasitas pemerintahan,” jelasnya.
Sayed menambahkan bahwa masyarakat Aceh, kampung halamannya, tidak terpengaruh oleh isu yang digaungkan terkait kebangkitan dwifungsi ABRI. Menurutnya, anggota TNI tetaplah warga negara Indonesia yang memiliki hak yang sama dalam berbagai aspek kehidupan, tentu dengan tetap mengikuti aturan yang berlaku.
Sebagai mantan tokoh yang pernah berada di garis berseberangan dengan pemerintah, Sayed mengaku kini lebih melihat pada aspek kemajuan bangsa.
“Dulu memang ada perlawanan, tapi itu masa lalu. Sekarang yang kita inginkan adalah kesejahteraan merata, baik di Aceh, Papua, Ambon, maupun wilayah lainnya. Semua orang mendambakan kesejahteraan, bukan penderitaan,” tegasnya saat membahas UU TNI yang baru.