Deflasi Lima Bulan Berturut-turut, Apindo Ungkap Daya Beli Masyarakat Menurun Sejak Lama

mediarelasi.id – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan bahwa daya beli masyarakat telah mengalami penurunan signifikan selama beberapa waktu. Tren ini sejalan dengan data yang menunjukkan menyusutnya kelas menengah di Indonesia.
Ajib Hamdani, Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, menyoroti fenomena deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut, di mana baik sisi permintaan (demand) maupun penawaran (supply) mengalami penurunan.
“Fenomena deflasi ini perlu kita lihat dari dua sudut pandang, yaitu dari sisi permintaan dan penawaran, agar kita bisa menarik kesimpulan yang komprehensif,” jelas Ajib dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/10/2024).
Dari sisi permintaan, Ajib menekankan bahwa berbagai indikator ekonomi mengisyaratkan daya beli masyarakat yang terus melemah. Salah satunya, berdasarkan data Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) pada Agustus 2024, sebanyak 8,5 juta penduduk Indonesia turun kelas ekonomi sejak tahun 2018.
“Selain itu, Ditjen Pajak juga melaporkan bahwa pajak yang diperoleh dari kelas menengah hanya menyumbang sekitar 1 persen dari total penerimaan pajak secara agregat,” tambah Ajib.
Dari sisi pasokan, sektor produksi barang juga mengalami tekanan. Hal ini terlihat dari tren negatif pada indeks manajer pembelian (PMI), yang menggambarkan kinerja bisnis di sektor manufaktur. Menurut Ajib, PMI mulai menunjukkan penurunan sejak April 2024, dan sejak Juli 2024, PMI berada di bawah angka 50, mengindikasikan kontraksi dalam sektor tersebut.
“Karena konsumsi masyarakat merupakan penopang utama pertumbuhan ekonomi, pemerintah perlu segera memberikan insentif yang tepat sasaran untuk menjaga daya beli masyarakat,” tegas Ajib.
Sementara itu, Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, juga menyampaikan bahwa konsumsi domestik cenderung melambat, seperti yang terlihat dari inflasi tahunan sebesar 1,84 persen pada September 2024. Pada saat yang sama, terjadi deflasi bulanan sebesar 0,12 persen, yang mencatatkan deflasi selama lima bulan berturut-turut.
Menurut Shinta, inflasi tahunan yang rendah ini mencerminkan perlambatan dalam konsumsi rumah tangga dan bisa berdampak pada pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5 persen pada akhir tahun.
“Inflasi yang terlalu rendah bisa menjadi tantangan bagi pemerintah dalam mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen hingga akhir tahun,” ungkap Shinta.
Ia juga menambahkan bahwa pelaku industri saat ini cenderung mengambil pendekatan “wait and see” dalam ekspansi bisnis, mengingat rendahnya tingkat konsumsi yang dikhawatirkan akan menghambat penyerapan produk di pasar.
Shinta merekomendasikan beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan konsumsi, seperti penurunan suku bunga acuan, terobosan kebijakan yang meningkatkan produktivitas industri, dan fasilitasi investasi.
“Terutama terkait peningkatan kinerja ekspor, pemberdayaan UMKM, serta upaya mentransformasi sektor ekonomi informal menjadi formal agar pekerja di sektor informal memiliki daya beli yang lebih baik, sehingga pasar domestik dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang diinginkan,” tutup Shinta.
Responses